BANJARMASINPOST.CO.ID – Di tengah ramainya tagar #kaburajadulu, Dodi Romdani, mantan Kepala Desa Sukamulya, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, malah sudah lebih dulu memberikan contoh.
Tagar #kaburajadulu tengah ramai di media sosial, ajakan untuk meninggalkan Indonesia demi mendapatkan penghidupan yang lebih baik dari sisi ekonomi, pendidikan dan lainnya.
Dodi meninggalkan Indonesia untuk berangkat ke Jepang pada 17 November 2024 dan bekerja selama 2,5 bulan, meninggalkan jabatannya sebagai kepala desa.
Namun, pada 18 Januari 2025, ia terpaksa pulang ke Ciamis karena kondisi kesehatannya menurun akibat badai salju dan infeksi kulit.
Baca juga: Viral Tagar Kabur Aja Dulu, Ajakan Tinggalkan Indonesia untuk Hidup Lebih Baik, ini Kata Pengamat
Baca juga: Sembunyikan Sabu dalam Kotak Rokok, Warga Desa Balandean Batola Ini Ditangkap
Dodi mengungkapkan perbedaan mencolok antara gaji kepala desa di daerahnya dengan pendapatan sebagai pekerja migran di Jepang.
Menurut Dodi, gaji kepala desa di Ciamis hanya sekitar Rp 3 juta per bulan, sedangkan pekerja migran Indonesia (PMI) di Jepang bisa mengantongi hingga Rp 30 juta per bulan, atau 10 kali lipat lebih besar.
“Nominal Rp 30 juta itu mudah didapat, meskipun itu masih gaji kotor,” ujar Dodi saat ditemui di rumahnya di Ciamis, Jumat (14/2/2025).
Ia menambahkan bahwa angka tersebut sudah termasuk uang lembur, sehingga jauh lebih tinggi dibandingkan pendapatan di Indonesia.
Dodi pernah bekerja di Jepang pada 2008 hingga 2013 sebelum kembali ke Indonesia dan menjabat sebagai kepala desa pada 2019.
Dari penghasilannya di Jepang, ia mampu membeli mobil, sawah, dan motor yang selama ini diimpikannya.
“Alhamdulillah tercukupi,” kata Dodi.
Mobil yang dibelinya kini digunakan untuk keperluan sosial, seperti mengantar warga yang sakit atau ibu-ibu yang hendak menghadiri pengajian.
Namun, setelah beberapa tahun menjabat sebagai kepala desa, Dodi memutuskan untuk kembali bekerja di Jepang.
Ia mundur dari jabatannya meskipun masa jabatan kepala desa diperpanjang dari 6 tahun menjadi 8 tahun.
“Saya menjabat sejak 2019, sesuai SK Bupati seharusnya berakhir Oktober 2024. Saya tidak mengambil tambahan dua tahun karena sudah merencanakan untuk kembali ke Jepang bersama rekan-rekan,” jelasnya.
Berita ini sudah tayang di Kompas.com