Karak Castle (Krak de Moab) sejatinya bukan hanya sekedar warisan sejarah Yordania; ia adalah simbol pertemuan budaya yang kompleks. Mengingatkan kita pada konflik dan rekonsiliasi, pada kekuatan dan kelemahan manusia. Penaklukan Karak oleh Salahuddin al Ayyubi bukan semata hanya kemenangan militer; tapi pernyataan tentang kepemimpinan yang penuh kharisma dan sangat dihormati. Setelah berhasil memotong jalur pasokan benteng dan membuat garnisun di dalamnya kelaparan, Salahuddin al Ayyubi menerima penyerahan tanpa pertumpahan darah yang berlebihan. Kini, Karak Castle berdiri sebagai situs sejarah yang memikat penuh pesona bagi wisatawan dari seluruh dunia. Dari lorong-lorong bawah tanah yang gelap hingga menara-menara yang menawarkan pemandangan spektakuler. Di setiap sudut bercerita tentang fakta sejarah di dalamnya. Karak Castle (Krak de Moab), Benteng Di Persimpangan Dunia
Dibangun pada 1142 oleh tentara perang salib sebagai bagian dari Kerajaan Latin Yerusalem. Karak Castle (Krak di Moab) bukan sekedar benteng semata. Di titik ini, dua peradaban bertemu. Dibangun sebagai pusat militer untuk menguasai rute perdagangan kuno yang menghubungkan Mesir dan Suriah. Dan Payen le Bouteiller, seorang bangsawan tentara salib, dikenal sebagai pendirinya.
Berada di atas bukit, pada ketingian 900 meter di atas permukaan laut. Karak Castle memberikan pemandangan luas ke Lembah Moab yang membentang disekitarnya, termasuk Wadi Mujib. Grand Canyon-nya Yordania.
Terletak di kota Al Karak City, di King’s Highway, sekitar 140 Km di Selatan Amman, Ibu kota Yordania; ini adalah salah satu benteng terbesar dan terpenting. Bukan hanya soal batu dan mortar yang membentuknya. Ia adalah tempat di mana ambisi manusia berhadapan dengan batasan moral dan kekuatan iman. Drama epik yang membentuk sebagian sejarah Timur Tengah ini, dimainkan oleh tokoh besar Salahuddin Al Ayyubi dan Raynald de Chatillon.
Benteng militer bergaya Crusader ini memiliki elemen arsitektur Romawi, Bizantium, dan Islam. Berukuran memanjang 220 m dari utara ke selatan, dengan lebar 458 m. Dibangun dari batu kapur lokal yang kuat. Strukturnya terdiri dari ruang bawah tanah, gudang, dan menara pertahanan.
Benteng yang sulit ditaklukkan selama perang salib ini jatuh ke tangan Salahuddin Al Ayyubi pada 1188 ini memainkan peran sejarah yang besar bagi tentara salib untk mengontrol wilayah Transyordania. Di era Ottoman benteng ini menjadi garnisun militer dan pusat administrasi. Kini, benteng Karak menjadi objek wisata yang dikunjungi ribuan wisatawan setiap tahunnya. Di dalamnya terdapat museum yang memamerkan artefak dari berbagai periode sejarah, termasuk masa Crusader, Dinasti Ayyubiah, Masa Ottoman dan Islam lainnya.
Jejak Sang Waktu Dan Kemenangan Yang Bijak
Adalah Reynald de Chatillon, seorang bangsawan perang salib, salah satu penghuni yang paling kontroversial, kejam dan juga dikenal akan kebrutalannya. Ia sering melanggar perjanjian dan menyerang kafilah dagang muslim yang melewati wilayahnya. Ia juga mencoba menyerang Makkah dan Madinah, yang memicu kemarahan umat muslim dan pemimpin besarnya saat itu, Salahuddin Al Ayyubi.
Ia memutuskan menghukum Reynald dan merebut kembali wilayah-wilayah strategis, termasuk Karak, sebagai bagian dari kampanye militernya melawan tentara salib. Pada 1183, Pasukan Muslim dipimpin Salahuddin mengepung karak untuk pertama kalinya. Ada hal yang menarik saat pengepungan kali pertama ini, yang menonjolkan sisi kemanusian Salahuddin sebagai pemimpin besar Muslim. Dimana saat pengepungan tengah terjadi perayaan pernikahan Isabella dari Jerusalem dan Humphrey IV dari Toron. Salahuddin memerintahkan pasukannya untuk tidak menembaki menara tempat pasangan pengantin berada.
Walaupun benteng dihujani dengan kepetel batu besar dan mesin untuk menghancurkan dinding benteng, pengepungan pertama ini gagal karena adanya bantuan dari Raja dari Jerusalem, Baldwin IV, yang membawa bala bantuan untuk menyelamatkan benteng. Pengepungan ke dua pada 1184 juga mengalami kegagalan.
Salahuddin kembali pada tahun 1188, setelah kemenangan besarnya di Pertempuran Hattin pada 1187, dimana pasukan muslim berhasil menghancurkan kekuatan utama tentara salib di Levent. Reynald de Catillon ditangkap dan secara pribadi Salahuddin mengeksekusi Reynald sebagai balasan atasa serangan-serangannya terhadap umat muslim dan pelanggrannya terhadap perjanjian damai
Salahuddin kemudian memfokuskan kekuatan pasukannya mengepung Karak Castle. Kali ini Salahuddin menggunakan pengepungan yang lebih efektif. Ia dan pasukannya memotong jalur pasokan dari benteng, sekaligus melanjutkan serangan dengan mesin pengepungan. Akibatnya sangat fatal, garnisun dan penduduk benteng karak mengalami kekurangan makanan dan minuman akibat pengepungan yang ketat. Akhirnya mereka menyerah dan salahuddin mengambil alih Benteng Karak. Karak ditaklukan tanpa pertumpahan darah yang lebih banyak.
Penaklukan Benteng Karak adalah langkah strategis Salahuddin dan pasukannya mengamankan wilayah Transyordania dan jalur perdaganagn utama. Menandai kemunduran besar tentara salib dan memperkuat dominasi Salahuddin di wilayah tersebut. Juga menunjukan kecerdasan militer Salahuddin serta kesungguhannya menegakkan keadilan dan melindungi umat Islam. Karak Castle tetap menjadi symbol penting dari perjuangan melawan penjajah tentara salib.
Setelah penaklukan, benteng ini diperkuat oleh Dinasti Ayyubiyah, Mamluk, dan Ottoman selama berabad-abad; yang menambahkan elemen arsitektur Islam pada struktur aslinya. Jejak-jejak perubahan ini masih terlihat hingga kini, sebuah pengingat bahwa sejarah selalu dibentuk oleh peralihan kekuasaan.
Simbol Keabadian Yang Hidup dalam Waktu
Karak Castle sejatinya memang bukan sekedar warisan sejarah Yordania. Benteng ini merupakan symbol dua budaya yang kompleks. Mengingatkan kita pada konflik dan rekonsiliasi. Pada kekuatan dan kelemahan manusia. Dimana peristiwa yang sama dengan skenario berbeda, terjadi nyaris serupa, di beberapa belahan dunia. Kehidupan manusia kadang berputar, dengan tema cerita yang nyaris sama, hanya pemainnya yang berbeda.
Ketika kita berdiri di atas benteng Karak, angin gurun yang lembut akan berhembus dari lembah Moab menuju bukit Karak. Aroma khas padang pasir membalut tubuh kita, berbisik lembut ditelinga sambil berkisah tentang masa lalu yang belum sepenuhnya berlalu.
Karak Castle kini tetap berdiri kokoh, sebagai situs sejarah yang memikat wisatawan dari seluruh dunia. Lorong-lorong bawah tanah yang gelap, ruang bawah tanah yang menyimpan misteri sendiri hingga menara-menara yang menawarkan pemandangan penuh pesona.
Setiap sudutnya bercerita. Dinding-dinding kapur yang kokoh menyimpan banyak luka sejarah, akibat ketepel batu dan mesin Meriam perang. Lubang jendela benteng banyak berkisah bisingnya suara dentuman meriam dan desingan anak panah. Hingga sensasi suara dentingan pedang dan teriak perang yang memenuhi udara di sekitar Karak castle. Semua memberi sensasi imajinasi luar biasa saat mengeksplorasinya. Simbol-simbol keabadian seakan selalu hidup dalam perjalanan sang waktu.
Sementara Museum arkeologi menyimpan banyak artefak dari berbagai era, mulai dari periode crusader, Ayyubiah, Mamluk, hingga Ottoman. Dari semua yang ada, daya Tarik terbesar Karak Castle adalah cerita tentang keberanian, ambisi, dan pengampunan yang lampaui batas jauh dari sekedar kemangan di medan perang.
Mengekplorasi Karak Castle bagaikan berdiri di atas dindingnya, menatap cakrawala yang tak berujung di bawah lembah Moab sana. Seakan semua yang dialami lebih dari sekadar tujuan wisata. Tapi sebuah perjalanan menuju inti sejarah. Dimana sebuah cerita yang masih terus hidup, terlihat di bawah garis cakrawala. Di bawah bayang-bayang Salahuddin Al Ayyubi salah seorang pemimpin besar Muslim yang kharismatik, arif dan bijaksana.
Jkt/10022025/Ksw/121