Jakarta, IDN Times – Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira Adhinegar memperkirakan efisiensi anggaran dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun hingga 4,7 persen pada 2025.
Dia menjelaskan pada 2024, belanja pemerintah masih terbantu oleh pemilu dan pilkada serentak, sehingga kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai sekitar 7,7 persen, dengan pertumbuhan lebih dari 6 persen.
Namun, pada 2025, dengan adanya efisiensi anggaran di tingkat pusat dan daerah, porsi belanja pemerintah terhadap PDB diprediksi turun menjadi 5 persen, bahkan pertumbuhannya berpotensi negatif.
Di sisi lain, pemangkasan anggaran yang signifikan dapat mengancam perekonomian dan penyerapan tenaga kerja, serta menghambat program-program di luar makan bergizi gratis (MBG).
“Itu artinya efisiensi bisa mengganggu tercapainya program dan juga akan membuat pertumbuhan ekonomi 2025 diperkirakan 4,7 persen,” kata Bhima kepada IDN Times, Sabtu (8/2/2025).
Baca Juga: Infrastruktur Energi Dipastikan Tak Terdampak Efisiensi Anggaran
Baca Juga: Infrastruktur Energi Dipastikan Tak Terdampak Efisiensi Anggaran
1. Akselerasi ekspor juga terancam akibat pemangkasan anggaran
Kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto dinilai dapat berdampak pada berbagai program strategis, termasuk di sektor perdagangan dan industri.
Bhima menyebut pemangkasan anggaran drastis menyulitkan program Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian dalam meningkatkan daya saing ekspor serta membuka pasar alternatif.
Menurutnya, situasi tersebut semakin kompleks di tengah meluasnya perang dagang Amerika Serikat–China jilid kedua. Dia menekankan diplomasi internasional harus lebih aktif dalam mencari peluang perdagangan baru.
“Jadi kita harus diplomasi internasionalnya juga membuka alternatif perdagangan, yaitu rapat-rapat kemudian perjalanan dinas dipangkas. Ini agak-agak sulit ya,” kata Bhima.
2. Program yang memerlukan koordinasi dengan daerah bisa terganggu
Bhima menilai efisiensi anggaran juga berisiko menghambat program hilirisasi, terutama di sektor pertanian, karena membutuhkan koordinasi dengan pemerintah daerah (pemda). Sementara, pemda juga terkena efisiensi.
“Untuk menjalankan hilirisasi, terutama hilirisasi produk pertanian, itu kan harus koordinasi dengan pemerintah daerah. Itu artinya efisiensi bisa mengganggu tercapainya program,” ujarnya.
Baca Juga: Terungkap! Ini Proyek Infrastruktur Terdampak Efisiensi Anggaran
Baca Juga: Terungkap! Ini Proyek Infrastruktur Terdampak Efisiensi Anggaran
3. Perekonomian di daerah bisa terpuruk akibat efisiensi anggaran
Dia menilai efisiensi anggaran dapat berdampak negatif pada daerah dengan kapasitas fiskal yang berbeda-beda, terutama bagi pemerintah daerah hasil pemekaran dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) terbatas.
Pemangkasan dana transfer ke daerah berpotensi memperburuk kondisi ekonomi lokal, memengaruhi nasib vendor, lapangan kerja, UMKM, dan bantuan sosial di tingkat pemerintah daerah.
Dia menambahkan, langkah efisiensi APBD juga mencederai semangat desentralisasi fiskal di era otonomi daerah. Menurutnya, pemerintah pusat seharusnya tidak terlalu ikut campur dalam instruksi pemangkasan dan efisiensi anggaran daerah.
Bhima memperingatkan dampak di daerah bisa berupa memburuknya pelayanan publik, pemangkasan tenaga honorer dan kontrak di pemerintah daerah, serta penundaan atau penghentian total proyek infrastruktur penting.
“Nah itu apakah sudah dipikirkan sebelumnya?” tambah Bhima.
Baca Juga: Daftar 16 Pos Belanja Kementerian yang Kena Efisiensi Anggaran Rp256 T
Baca Juga: Daftar 16 Pos Belanja Kementerian yang Kena Efisiensi Anggaran Rp256 T