Ironi Indonesia, Negara Kaya Gas Alam, tapi Impor Gas Elpiji

- Penulis

Kamis, 6 Februari 2025 - 11:47 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

RAGAMUTAMA.COM – Sejak awal Februari 2025, masyarakat di berbagai daerah Indonesia mengalami kesulitan mendapatkan gas elpiji 3 kilogram. Antrean mengular panjang pun terjadi di beberapa daerah, seorang warga bahkan meninggal dunia usai lelah mengantre elpiji.

Fenomena ini terjadi setelah pemerintah memberlakukan kebijakan yang melarang penjualan elpiji 3 kg di tingkat pengecer, sehingga masyarakat hanya dapat membelinya di pangkalan resmi Pertamina.

Kebijakan ini bertujuan memastikan distribusi elpiji 3 kg tepat sasaran, khususnya bagi rumah tangga berpenghasilan rendah, usaha mikro, petani, dan nelayan.

Namun, implementasinya menimbulkan kekacauan di lapangan. Banyak warga yang sebelumnya mengandalkan pengecer kini harus mencari pangkalan resmi, yang lokasinya tidak selalu mudah dijangkau.

Selain itu, pembelian gas elpiji kini mensyaratkan menunjukkan KTP dan memastikan data pembeli terdaftar dalam database pemerintah, seperti P3KE dan DTKS. Belakangan, kebijakan ini kemudian dibatalkan dam skema distribusi elpiji dikembalikan seperti semula karena menuai kritik.

Ironi negara kaya gas

Indonesia sejatinya negara yang kaya akan sumber daya alam gas alam. Bahkan menjadi salah satu negara produsen dan eksportir gas alam terbesar di dunia. 

Lantas mengapa negara masih mengimpor elpiji tapi mengekspor gas alamnya sendiri dalam jumlah besar?

Untuk diketahui, kekayaan gas alam di Indonesia tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal lantaran infrastruktur yang terbangun masih minim.

Baca Juga :  Perpanjangan Pelunasan Biaya Haji: Apa Alasan dan Manfaatnya?

Pemerintah pada tahun 2007 lebih memilih melakukan konversi besar-besaran dari minyak tanah ke gas elpiji yang berbasis tabung.

Padahal konversi gas, baik tabung maupun pipa, secara masif bisa dilakukan bersamaan. Jaringan pipa gas diprioritaskan menyasar perkotaan, gas tabung diperuntukan untuk wilayah pedesaan.

Yang jadi masalah, gas elpiji sebagian besar berasal dari impor yang menguras devisa. Sementara dengan gas alam yang diproduksi dan melimpah di Indonesia, harus menggunakan jaringan pipa untuk distribusinya.

Mengutip Buku Jargas yang diterbitkan Kementerian ESDM, gas bumi adalah bahan bakar fosil berbentuk gas. Gas bumi sering juga disebut sebagai gas alam atau gas rawa.

Gas alam yang diproduksi di Indonesia ini kemudian distribusikan dengan mengubahnya menjadi LNG (liquefied natural gas). Gas LNG ini berbeda karakteristik dengan elpiji atau LPG (liquefied petroleum gas).

LPG dan LNG, sebenarnya sama-sama gas yang dicairkan. Tujuannya untuk memudahkan pengangkutan dalam jarak yang tidak terjangkau dengan pipa.

Meskipun sama-sama gas cair, komponen LPG dan LNG pun berbeda. Komponen LPG didominasi oleh propane dan butane. Jenis gas ini memiliki massa jenis yang lebih besar daripada LNG.

Baca Juga :  Sosok and Harta Bambang Firdaus Bupati Terpilih Dompu yang Dilantik Prabowo,Kekayaan Rp 16 M Lebih

Dalam tabung, LPG berbentuk zat cair. Namun pada suhu dan tekanan normal, LPG yang keluar dari tabung akan langsung berubah menjadi gas.

Tekanan yang dibutuhkan untuk mencairkan gas ini cukup rendah sehingga sesuai untuk konsumen rumah tangga. Sifatnya mudah disimpan dan bisa langsung dibakar untuk dimanfaatkan tanpa perlu infrastruktur khusus.

Distribusi LNG lebik kompleks

Beda dengan LPG yang mayoritas impor, LNG adalah gas yang didominasi oleh metana dan etana yang didinginkan hingga menjadi cair pada suhu antara -150°C sampai -200°C.

Pengembangan dan pemanfaatan LNG memerlukan infrastruktur yang lebih kompleks. Di sisi hulu, pengembangan LNG tidak hanya memerlukan fasilitas produksi biasa, tapi membutuhkan kilang yang mampu mencairkan gas tersebut sampai suhu yang ditentukan.

Fasilitas pendingin dan tangki kriogenik ini membutuhkan investasi sangat besar. Di sisi hilir, pemanfaatan LNG

memerlukan fasilitas untuk mengubah LNG menjadi gas kembali yang disebut LNG regasification terminal.

Selain fasilitas regasifikasi, pemanfaatan gas yang dihasilkan juga memerlukan jaringan pipa untuk sampai ke konsumen. Dengan kebutuhan akan temperatur sangat rendah, LNG tidak bisa diedarkan dalam bentuk tabung-tabung layaknya LPG.

Tapi, pemanfaatan LNG memerlukan fasilitas regasifikasi sekaligus sistem transportasi terintegrasi ke pengguna.

Berita Terkait

Wakil MPR Bertemu Huawei Global: Bahas Dampak Tarif Trump?
Airlangga Ungkap Detail Negosiasi Tarif dengan AS: Inilah Tawaran Indonesia!
Trump Optimis: Kesepakatan Dagang AS-Eropa Segera Tercapai?
Perpanjangan Pelunasan Biaya Haji: Apa Alasan dan Manfaatnya?
Menteri Maruarar Panggil Bos Lippo Group Terkait Polemik Meikarta
Hilirisasi Pertanian: Strategi Indonesia Hadapi Perang Dagang AS-China
Bali Pelopor: Provinsi Pertama Gelar Sensus Kebudayaan Nasional
Maruarar Serahkan Bantuan 30 Rumah Panggung untuk Warga Muara Angke

Berita Terkait

Jumat, 18 April 2025 - 21:35 WIB

Wakil MPR Bertemu Huawei Global: Bahas Dampak Tarif Trump?

Jumat, 18 April 2025 - 20:59 WIB

Airlangga Ungkap Detail Negosiasi Tarif dengan AS: Inilah Tawaran Indonesia!

Jumat, 18 April 2025 - 19:07 WIB

Trump Optimis: Kesepakatan Dagang AS-Eropa Segera Tercapai?

Jumat, 18 April 2025 - 11:03 WIB

Perpanjangan Pelunasan Biaya Haji: Apa Alasan dan Manfaatnya?

Jumat, 18 April 2025 - 10:31 WIB

Menteri Maruarar Panggil Bos Lippo Group Terkait Polemik Meikarta

Berita Terbaru

public-safety-and-emergencies

Dramatis di Belize: Warga AS Tikam Tiga Orang, Penumpang Lumpuhkan Pembajak Pesawat

Sabtu, 19 Apr 2025 - 04:40 WIB

society-culture-and-history

Intip 10 Tradisi Paskah Unik Dunia: Meriah dan Tak Terduga!

Sabtu, 19 Apr 2025 - 04:04 WIB