TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid membeberkan arahan Presiden Prabowo Subianto ihwal persoalan sertifikat hak atas tanah yang terbit di wilayah pagar laut. Nusron mengatakan, kepala negara berkomitmen membela rakyat.
“Beliau mempunyai prinsip ketegasan,” kata Nusron di Kementerian ATR/BPN pada Rabu, 5 Februari 2025. Sebagai pembantu presiden, Nusron pun menyatakan bakal melaksanakan arahan-arahan Prabowo. “Arahan beliau menegakkan ketegasan-ketegasan itu dan tidak pandang bulu,” ucapnya.
Kendati begitu, Nusron saat ini masih menyelesaikan persoalan pagar laut dari sudut pandang maladministrasi. Pasalnya, penyelesaian dengan dimensi pidana bukan menjadi kewenangan Kementerian ATR/BPN tetapi aparat penegak hukum.
Persoalan pagar laut di antaranya muncul di Kabupaten Tangerang, Banten, dan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Pada kasus pagar laut Tangerang, Nusron menemukan adanya penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) sebanyak 263 bidang. Selain itu, ada 17 bidang dalam bentuk sertifikat hak milik (SHM).
Hingga kini Nusron telah membatalkan 50 sertifikat dan proses pembatalan masih terus berlangsung. Politikus Partai Golkar itu menyatakan seluruh sertifikat di atas laut akan dibatalkan, tetapi butuh proses dan waktu karena ada serangkaian prosedur pembatalan yang harus dilalui.
“Tidak gampang. Karena setiap pembatalan itu berpotensi di-challenge di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara)” kata Nusron. “Yang penting ending-nya semua sertifikat di luar garis pantai dibatalkan.”
Sementara itu, pada kasus pagar laut di Bekasi, Nusron menemukan wilayah penerbitan sertifikat seluas 581 hektare. Pada kasus pagar laut Bekasi, ia akan memanggil tiga perusahaan pemilik, yaitu PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN), PT Cikarang Listrindo (CL), dan PT Mega Agung Nusantara (MAN), pekan depan.
“Yang pertama, PT Tunas sudah melakukan reklamasi tapi ternyata belum memiliki SHGB,” kata Nusron.
Kemudian, terhadap PT CL dan PT MAN, Nusron akan melakukan proses negosiasi. Pasalnya, sertifikat milik kedua perusahaan sudah terbit lebih dari lima tahun, yakni terbit pada periode 2013-2017 lalu. Walhasil, contrarius actus atau asas bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bisa membatalkan sertifikat itu sudah hangus. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 bahwa pembatalan hanya bisa dilakukan bila sertifikat berusia maksimal lima tahun.
“Kami ajak negosiasi. Outputnya, saya minta mereka membatalkan,” katanya.
Apabila perusahaan tidak mau membatalkan sendiri, Nusron akan menggunakan haknya sebagai Menteri ATR/BPN. “Karena itu laut, saya anggap itu tanah musnah. Faktanya memang tidak ada tanahnya sama sekali,” ujar Politikus Partai Demokrat itu. Bila perusahaan tetap berkukuh mempertahankan sertifikatnya, ia akan meminta pengadilan membatalkannya.
Kemudian jika persoalan belum bisa diselesaikan dengan cara itu, Nusron akan mengacu pada pendekatan dalam PP Nomor 20 Tahun 2021. Ia menjelaskan, pemegang sertifikat, terutama sertifikat HGB dan sertifikat HGU yang sifatnya bukan pemberian hak maupun konversi, harus ada progress pembangunan dalam kurun waktu dua tahun.
“Saya lihat ini tidak ada progress pembangunan, sehingga bisa dimasukkan dalam tanah telantar,” ujar Nusron.
Pilihan Editor: 5 Kondisi Gawat Darurat yang Ditanggung BPJS Kesehatan