Ragamutama.com – Gunung Everest, mahakarya alam yang menjulang tinggi sebagai puncak dunia, menyimpan sebuah cerita menarik di balik penamaannya yang mungkin belum banyak diketahui.
Meskipun namanya begitu familiar di telinga setiap orang di seluruh penjuru dunia, fakta uniknya adalah Sir George Everest, tokoh yang namanya diabadikan sebagai nama gunung megah ini, ternyata tidak pernah menyaksikan keindahan puncaknya secara langsung, apalagi menaklukkannya dengan pendakian.
Siapakah sebenarnya George Everest itu?
Sir George Everest dilahirkan pada tanggal 4 Juli 1790, namun lokasi persis kelahirannya masih menjadi perdebatan; beberapa sumber menyebutkan London, sementara sumber lainnya menunjukkan Crickhowell, Wales, sebagai tempat kelahirannya.
Ia memperoleh pendidikan di Royal Military Academy di Woolwich dan kemudian mengabdikan diri dalam karier yang panjang di India, berkecimpung di bidang geografi dan kartografi.
George Everest pernah mengemban amanah sebagai Surveyor General of India, dan memainkan peran krusial dalam proyek pengukuran geodetik di seluruh wilayah India.
Sebagai pengakuan atas jasa-jasanya, George Everest dianugerahi berbagai penghargaan prestisius, termasuk gelar Knight Bachelor pada tahun 1861, keanggotaan di Royal Geographical Society, serta medali dari Royal Astronomical Society.
Ia menghembuskan napas terakhir pada bulan Desember 1866 di usia 76 tahun dan dikebumikan di Gereja St. Andrew, yang terletak dekat dengan Brighton.
Bagaimana puncak tertinggi dunia ini memperoleh nama Everest?
Nama “Mount Everest” pertama kali diusulkan oleh Andrew Scott Waugh, yang meneruskan posisi George Everest sebagai Surveyor General of India.
Waugh menjadi orang Eropa pertama yang berhasil mengamati puncak ini, dan ia mengusulkan nama “Everest” kepada Royal Geographical Society pada tahun 1865 sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan atas jasa-jasa mentornya. Usulan tersebut kemudian disetujui secara resmi.
Pada awalnya, tim geografi memiliki rencana untuk menggunakan nama asli atau nama lokal yang telah digunakan secara turun temurun untuk gunung ini, sebagaimana lazimnya dilakukan terhadap gunung-gunung lainnya, seperti Kangchenjunga dan Dhaulagiri.
Namun, tantangan muncul karena tidak adanya kesepakatan mengenai satu nama asli yang dianggap baku dan representatif.
Baik masyarakat Tibet maupun Nepal telah memiliki nama masing-masing untuk gunung tersebut, namun pada masa itu wilayah mereka belum terbuka bagi kunjungan wisatawan asing, sehingga komunikasi langsung untuk mendapatkan nama yang tepat menjadi sangat sulit dilakukan.
Nama-nama asli Gunung Everest
Di Tibet, gunung ini dikenal dengan sebutan Qomolangma, yang seringkali dieja juga sebagai Jomo Langma atau Chomolungma, yang memiliki arti “Dewi Ibu Bumi.”
Nama ini tercatat dalam peta-peta tradisional China hingga abad ke-18, dan gunung ini juga pernah disebut sebagai Shengmu Feng atau “Puncak Ibu Suci” dalam bahasa Mandarin.
Pemerintah China bahkan memiliki wacana untuk mengembalikan penggunaan nama tradisional tersebut secara resmi dalam berbagai konteks.
Sementara itu, di Nepal, nama asli gunung ini adalah Sagarmatha, yang berasal dari kombinasi kata “Sagar” (lautan) dan “Matha” (kepala), sehingga secara harfiah dapat diartikan sebagai “Dahi Langit.”
Nama ini juga diabadikan dalam berbagai penamaan wilayah di sekitarnya, seperti Sagarmatha National Park dan Sagarmatha Zone, yang merupakan kawasan pegunungan di mana Gunung Everest berada.