RAGAMUTAMA.COM – JAKARTA. Beberapa perusahaan sekuritas telah menurunkan proyeksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk tahun 2025. Penurunan ini terutama didorong oleh tekanan dari faktor global.
Sebagai contoh, Panin Sekuritas merevisi target IHSG dari 7.902 menjadi 7.072 untuk tahun 2025. Ekonom Panin Sekuritas, Felix Darmawan, menjelaskan bahwa peningkatan ketegangan perdagangan internasional, stagnasi ekonomi domestik (menurut proyeksi IMF), dan pelemahan nilai tukar rupiah merupakan faktor utama di balik revisi tersebut.
Felix menambahkan bahwa konsensus pasar, yang sebelumnya optimistis di kisaran 7.700–8.000, kini cenderung direvisi ke kisaran 7.000–7.300, seiring meningkatnya risiko eksternal dan melemahnya daya beli dalam negeri.
“Tekanan global menjadi faktor penentu utama, khususnya volatilitas geopolitik dan potensi kenaikan tarif akibat kebijakan perdagangan AS,” jelas Felix kepada Kontan, Kamis (24/4).
Namun, beberapa faktor positif masih berpotensi mendorong pasar, seperti stabilitas inflasi domestik, suku bunga Bank Indonesia yang cenderung akomodatif, pembelian kembali saham oleh investor domestik, dan insentif fiskal pemerintah.
IHSG Sepekan Ini Tetap Menguat Meski Outflow Asing Capai Rp 1,15 Triliun
Sementara itu, Mirae Asset Sekuritas memangkas target IHSG tahun ini menjadi 6.900, dari proyeksi awal 8.000.
Rully Arya Wisnubroto, analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, menyatakan bahwa konflik tarif perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok telah meningkatkan ketidakpastian ekonomi global secara signifikan.
Lebih lanjut, Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) global hanya sebesar 2,8% pada 2025 dan 3% pada 2026.
Di pasar domestik, tekanan ekonomi terlihat dari pelemahan nilai tukar rupiah. Rully menjelaskan bahwa di tengah peningkatan risiko global, investor cenderung beralih ke aset aman, sehingga menekan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
“Kami memperkirakan rupiah akan berada di level 16.700 per dolar AS pada akhir tahun, dibandingkan perkiraan sebelumnya sebesar Rp 15.550,” tulis Rully dalam risetnya, Rabu (23/4).
Dalam strategi portofolio terbaru, Mirae Asset Sekuritas mengeluarkan MAPI dari daftar saham pilihan, dan meningkatkan bobot investasi pada saham-saham seperti BBCA, BMRI, ICBP, dan ANTM.
Maybank Sekuritas juga merevisi turun target IHSG akhir tahun 2025 menjadi 7.300 dari sebelumnya 7.900, yang mencerminkan proyeksi rasio price-to-earnings (PE) di masa mendatang sebesar 11,7 kali.
Revisi ini didasarkan pada pandangan yang lebih konservatif terhadap pertumbuhan PDB Indonesia untuk tahun 2025 dan 2026.
“Penyesuaian ini juga mempertimbangkan peningkatan ketidakpastian ekonomi global, yang dipicu oleh kebijakan Amerika Serikat yang memberlakukan tarif balasan tinggi terhadap sekitar 60 negara,” ungkap Jeffrosenberg Chenlim, analis Maybank Sekuritas, dalam risetnya, Selasa (15/4).
IHSG Melonjak 3,74%, Cek Saham-Saham yang Banyak Diborong Asing Sepekan Terakhir
Dampak lanjutan dari perang tarif, seperti pengalihan ekspor Tiongkok ke pasar alternatif, dapat menyebabkan kelebihan pasokan global, yang berpotensi mengganggu sektor manufaktur Indonesia.
Maybank Sekuritas merekomendasikan beberapa saham untuk diperhatikan, seperti BBCA, BBRI, BRIS, JPGA, MYOR, CTRA, ACES, dan ICBP, dengan target harga masing-masing Rp 11.675, Rp 4.900, Rp 3.600, Rp 2.300, Rp 3.500, Rp 1.250, Rp 750, dan Rp 14.000 per saham.
Kiwoom Sekuritas juga mengambil pendekatan konservatif dalam menetapkan target IHSG. Setelah memproyeksikan indeks di kisaran 7.400–7.500, target tersebut direvisi turun menjadi 7.200–7.300.
Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cenderung stagnan (IMF memproyeksikan sebesar 4,7% pada 2025), meningkatnya ketidakpastian global akibat ketegangan perdagangan AS-Tiongkok, dan tren suku bunga tinggi yang diperkirakan berlanjut.
Tekanan terhadap nilai tukar rupiah juga menjadi pertimbangan. Meskipun indeks dolar AS (DXY) telah turun ke level terendah dalam tiga tahun terakhir, nilai tukar rupiah tetap berada di kisaran Rp 16.800 per dolar AS.
“Ini menunjukkan Indonesia memiliki masalah fundamental, seperti defisit fiskal,” jelas Liza Camelia Suryanata, Head of Research Kiwoom Sekuritas, kepada Kontan, Kamis (24/4).
Namun, Liza melihat beberapa katalis positif yang dapat mendorong IHSG. Di antaranya adalah valuasi saham yang masih relatif murah, arus dana domestik yang tetap kuat, dan sektor komoditas, khususnya emas, yang menunjukkan potensi rebound teknikal seiring meningkatnya permintaan aset aman.
“Stabilitas politik pasca pemilu yang kondusif juga mendukung pasar,” tambah Liza.