“`html
KARANGANYAR, RAGAMUTAMA.COM – Kabar duka menyelimuti para pendaki Gunung Lawu. Wakiyem (82), sosok di balik warung legendaris yang akrab disapa Mbok Yem, telah berpulang pada hari Rabu, 23 April 2025.
Mbok Yem, seorang pedagang sederhana, menjelma menjadi ikon tak terpisahkan dari pengalaman mendaki Gunung Lawu, dikenal luas di kalangan para petualang.
Heri Susanto, seorang pendaki asal Sukoharjo, menuturkan betapa nama Mbok Yem tetap melegenda hingga saat ini di kalangan pendaki.
Dalam perbincangannya dengan Kompas.com, Heri mengenang kunjungan pertamanya ke warung Mbok Yem pada tahun 2014, sebuah momen yang membekas dalam ingatannya.
Kala itu, ia dan rombongan menjadikan warung Mbok Yem sebagai destinasi utama pendakian mereka.
“Waktu itu, tujuan utama kami mendaki adalah warung Mbok Yem, karena di sana ada shelter yang bisa digunakan untuk menginap. Kami sengaja tidak membawa tenda,” papar Heri.
Heri menambahkan, sekitar tahun tersebut, hanya ada dua warung yang beroperasi di area tersebut: warung Mbok To dan warung Mbok Yem.
Namun, warung Mbok Yem berhasil mencuri perhatian dan menjadi favorit di antara para pendaki.
“Mbok Yem tetap yang paling terkenal. Karena lokasinya yang strategis, berada hampir di puncak gunung. Warung Mbok To lokasinya agak jauh dari puncak, jadi kurang ideal untuk tempat beristirahat. Selain itu, Mbok To sering tutup, sedangkan Mbok Yem terkenal tidak pernah libur, kecuali hari-hari besar seperti hari raya,” jelasnya.
Heri, yang merupakan alumni Etnomusikologi ISI Surakarta, juga memuji harga makanan di warung Mbok Yem yang tergolong ramah di kantong.
Menu andalannya adalah nasi pecel telur yang selalu menggugah selera.
“Mengingat sulitnya akses logistik ke sana, harga segitu sangat terjangkau. Dulu, nasi pecel telur harganya di bawah Rp 20.000. Selain pecel, biasanya dapat tambahan tempe. Untuk minuman, harganya beda lagi,” ungkapnya.
Dari sekian banyak kunjungannya ke warung Mbok Yem, pengalaman pertamanya adalah yang paling membekas di benaknya.
“Sudah sering sekali mampir. Tapi yang paling berkesan ya kunjungan pertama itu. Dulu, sebagai pendaki awam, saya merasa kagum dengan Mbok Yem. Bagaimana bisa berjualan di tempat seperti ini? Sejak kapan? Saya lupa detail cerita awalnya, tapi saya juga sempat ngobrol dengan porter-porter,” kenangnya.
Heri pun menyampaikan rasa terima kasihnya yang mendalam kepada Mbok Yem.
“Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Mbok Yem karena telah membuka warung di Lawu. Warungnya telah menjadi tempat singgah bagi kami para pendaki untuk mengisi perut, beristirahat, dan menjalin silaturahmi,” pungkasnya.
Sementara itu, Best Haryanto, seorang Relawan Anak Gunung Lawu (AGL), mengungkapkan bahwa ia sudah mengenal warung Mbok Yem sejak tahun 1998.
“Tahun 1998 saya mendaki bersama orang tua, dan warung itu sudah ada di sana. Mungkin Mbok Yem sudah berjualan sejak tahun 1980-an,” ujar Best.
Popularitas Mbok Yem yang tak lekang oleh waktu, membuatnya menjadi subjek konten yang menarik bagi para pendaki di media sosial.
“Karena sangat terkenal, banyak pendaki yang mengunggah video tentang Mbok Yem di TikTok dan media sosial lainnya. Intinya, berjualan di ketinggian sekian itu sangat menginspirasi,” tutupnya.
“`