Jakarta, RAGAMUTAMA.COM – Kemacetan parah yang melanda kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Kamis (17/4/2025), telah dianalisis oleh Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) untuk menemukan akar permasalahannya.
Kemacetan ini, bagi sebagian orang, dianggap sebagai salah satu yang terburuk. Meskipun kemacetan sebenarnya bukan fenomena baru di area pelabuhan ini, para pengemudi truk bahkan menganggapnya sebagai bagian tak terpisahkan dari rutinitas mereka.
“Akses ke Pelabuhan Tanjung Priok sangat bergantung pada jalan raya. Sementara itu, pemanfaatan jalur kereta api kurang diminati, selain karena biaya yang lebih tinggi, juga dianggap kurang praktis. Biaya penggunaan jalur kereta api lebih mahal dibandingkan jalan raya, disebabkan penggunaan BBM nonsubsidi, pengenaan PPN sebesar 11 persen, dan adanya track access charge (TAC),” jelas Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat, Djoko Setijowarno, dalam pernyataan resminya pada Minggu (20/4/2025).
1. Transportasi Jalan Lebih Ekonomis
Namun demikian, Djoko menjelaskan bahwa moda transportasi jalan umumnya lebih ekonomis untuk pengiriman barang dengan jarak yang relatif pendek, yaitu kurang dari 500 kilometer (km).
“Kereta api menjadi lebih kompetitif untuk jarak menengah, antara 500 – 1.500 kilometer, sedangkan untuk jarak yang lebih jauh, di atas 1.500 kilometer, transportasi laut menjadi pilihan yang lebih terjangkau.”
Djoko menambahkan bahwa di sektor maritim, belum ada pedoman yang jelas untuk menghitung kapasitas pelabuhan (port capacity), berbeda dengan sektor bandara (airport).
“Pengembangan di Pelabuhan Tanjung Priok terus meningkatkan kapasitas sisi laut, tetapi kapasitas sisi darat tidak ikut ditingkatkan. Perhitungan kapasitas seharusnya mempertimbangkan ketersediaan tempat parkir truk, fasilitas toilet, dan lain-lain. Kapasitas terkecil atau minimal inilah yang seharusnya dijadikan acuan,” tegas Djoko.
Antrean Truk di Priok Ditargetkan Selesai Besok, Kompensasi Bagi yang Terdampak
Antrean Truk di Priok Ditargetkan Selesai Besok, Kompensasi Bagi yang Terdampak
2. Kemacetan Akan Terus Berlanjut Tanpa Perubahan
Menurut Djoko, jika isu mendasar ini tidak ditangani dengan serius, kemacetan lalu lintas akan terus menjadi masalah. Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok perlu ditata ulang, termasuk area penyangga (buffer zone) antara pelabuhan dan lingkungan pertokoan serta pemukiman. Harus ada jarak minimal 1 km, dan area buffer zone tersebut harus bebas dari bangunan.
“Kita perlu mengikuti layout asli kawasan pelabuhan dari zaman Hindia Belanda, dengan batas pelabuhan di Cempaka Mas dan meluas ke timur,” ujar Djoko.
3. Pelindo Memberikan Kompensasi
Sebelumnya dilaporkan bahwa PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) menargetkan penyelesaian antrean truk peti kemas menuju Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, yang menyebabkan kemacetan panjang, pada hari Minggu (20/4/2025). Pelindo juga memberikan kompensasi berupa biaya masuk, biaya tol, dan konsumsi kepada pihak-pihak yang terdampak.
“Kompensasi yang diberikan meliputi perpanjangan waktu pembatasan bagi truk yang masuk kawasan pelabuhan, serta penghapusan biaya untuk akses gerbang (pintu) yang sudah kedaluwarsa,” kata Executive Director Regional 2 PT Pelabuhan Indonesia, Drajat Sulistyo, didampingi oleh Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan, M Takwin, di Jakarta, seperti dikutip dari ANTARA, Sabtu (19/4/2025).
Dia menjelaskan bahwa pembebasan biaya Surat Penarikan Peti Kemas atau Surat Penarikan Peti Kemas Impor (SP2/TILA) sangat membantu para pengemudi kargo. Pelindo membuka gerbang agar pengemudi truk angkutan peti kemas dapat melakukan tapping, dan jika kendaraan terjebak (stuck), mereka akan diarahkan ke jalan tol.
Pelindo juga memberikan bantuan konsumsi kepada para pengemudi kargo yang terjebak dalam kemacetan panjang.
“Ini telah kami lakukan sejak kemacetan terjadi,” kata Drajat.
Pelindo Ungkap Penyebab Kemacetan Tanjung Priok
Pelindo Ungkap Penyebab Kemacetan Tanjung Priok