Surat-surat sarat makna yang ditulis Raden Ajeng Kartini semasa hidupnya, kini mendapatkan pengakuan global. Warisan dokumenter berharga dari Indonesia ini telah resmi terdaftar dalam daftar Ingatan Kolektif Dunia atau Memory of the World (MoW) oleh UNESCO.
Kabar gembira ini diumumkan melalui rilis pers resmi UNESCO pada hari Kamis, 17 April lalu. Surat-surat Kartini menjadi bagian dari register Memory of the World bersama dengan 73 karya dokumenter lainnya yang diajukan oleh berbagai negara di seluruh dunia. Keputusan penting ini diambil pada hari Jumat, 11 April, dalam Sidang Dewan Eksekutif UNESCO ke-221 yang berlangsung di Paris, Prancis.
Seperti yang dilansir dari kantor berita Antara, pengajuan surat-surat Kartini ini diinisiasi oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) bekerja sama dengan National Archives of Netherlands dari Leiden University, Belanda.
Menurut situs resmi UNESCO, program Memory of the World bertujuan untuk mempromosikan pelestarian dan akses universal terhadap warisan dokumenter umat manusia. Warisan dokumenter dianggap sebagai sesuatu yang rapuh dan berisiko hilang, sehingga perlindungan maksimal menjadi sangat penting.
Dalam daftar Register 2025, surat-surat Kartini dipandang sebagai simbol perjuangan untuk mencapai kesetaraan gender. Dokumen-dokumen ini memberikan landasan penting untuk memahami kehidupan dan ide-ide progresif yang diusung oleh RA Kartini semasa hidup.
“Surat-surat Kartini, yang tersimpan dengan baik di berbagai institusi di Belanda, merupakan sumber utama untuk memahami pemikiran beliau. Sementara itu, dampak dari surat-surat tersebut terhadap pendidikan, emansipasi, dan perjuangan kesetaraan gender tercermin dalam arsip Kartini yang ada di Indonesia. Dari masa hidupnya yang singkat hingga saat ini, Kartini tetap menjadi sumber inspirasi dalam diskusi baik di Indonesia maupun di kancah internasional tentang pendidikan, feminisme, dan kesetaraan gender,” demikian deskripsi yang diberikan UNESCO mengenai surat-surat Kartini.
Di Indonesia, kumpulan surat Kartini telah diterbitkan menjadi sebuah buku monumental berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Antara melaporkan bahwa surat-surat Kartini dikumpulkan oleh sahabat pena beliau, Jacques Henri (JH) Abendanon. Ia mengumpulkan surat-surat sang pejuang emansipasi yang sarat dengan nilai-nilai emansipasi, kesetaraan gender, dan perlawanan terhadap penjajahan.
Selain surat-surat Kartini, terdapat empat warisan dokumenter Indonesia lainnya yang berhasil masuk dalam Register 2025. Keempat arsip tersebut adalah Arsip Tarian Khas Mangkunegaran periode 1861-1944; Naskah Sang Hyang Siksa Kandang Karesia (SSKK); Karya-karya Hamzah Fansuri; serta Arsip Lahirnya ASEAN.
Seperti yang diinformasikan melalui akun Instagram resmi Kedutaan Besar Indonesia di Paris, @indonesiainparis, jumlah warisan dokumenter Indonesia yang telah tercatat dalam daftar Ingatan Kolektif Dunia UNESCO kini mencapai 16 warisan.