Jakarta, RAGAMUTAMA.COM – Pemerintahan Presiden Donald Trump mengumumkan rencana penerapan biaya pelabuhan baru untuk kapal-kapal berbendera China, termasuk kapal yang dibangun di galangan kapal China. Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi untuk menghidupkan kembali industri perkapalan Amerika Serikat sekaligus menantang dominasi Tiongkok di sektor maritim global. Biaya ini akan mulai berlaku dalam 180 hari ke depan dan dijadwalkan meningkat secara bertahap setiap tahun.
Rencana yang diumumkan ini lebih moderat dibandingkan usulan pada Februari lalu, yang mengusulkan biaya hingga 1,5 juta dolar AS untuk setiap kapal yang memasuki pelabuhan Amerika. Biaya baru ini akan dihitung berdasarkan berat kargo, jumlah kontainer, atau jumlah kendaraan yang diangkut. Kapal yang diproduksi di Tiongkok akan dikenakan biaya sebesar 18 dolar AS per ton atau 120 dolar AS per kontainer.
“Tiongkok telah berhasil mencapai ambisinya untuk mendominasi industri ini, yang sayangnya telah merugikan perusahaan, pekerja, dan perekonomian Amerika Serikat,” demikian pernyataan resmi dari USTR, sebagaimana dikutip dari BBC, Jumat (18/4/2025).
Perang Tarif AS-China Ancam Pabrik Pengiriman Boeing
Perang Tarif AS-China Ancam Pabrik Pengiriman Boeing
1. Kenaikan Biaya Bertahap Selama Tiga Tahun
Untuk kapal curah, biaya awal yang ditetapkan adalah 50 dolar AS per ton, dengan peningkatan sebesar 30 dolar AS per tahun selama tiga tahun berikutnya. Sementara itu, untuk kapal pengangkut kendaraan buatan non-AS, biayanya ditetapkan sebesar 150 dolar AS per mobil yang diangkut. Namun, tarif ini dibatasi hingga maksimal lima kali dalam setahun untuk setiap kapal yang terdampak aturan ini.
Kapal-kapal kosong yang tiba di AS semata-mata untuk mengangkut barang ekspor, seperti batu bara dan gandum, tidak akan dikenakan biaya. Hal serupa berlaku untuk kapal yang hanya beroperasi di antara pelabuhan-pelabuhan AS, mengangkut barang ke Kepulauan Karibia, wilayah teritori AS, atau kapal milik AS dan Kanada yang berlabuh di kawasan Great Lakes.
USTR juga membatalkan rencana untuk mengenakan biaya berdasarkan jumlah kapal buatan Tiongkok dalam suatu armada atau berdasarkan jumlah pemesanan kapal baru dari Tiongkok. Kebijakan ini tidak akan diterapkan dalam skenario-skenario tersebut.
Dilansir dari The Guardian, Jumat (18/4), rencana awal USTR sempat menerima kritik dalam sidang dengar pendapat di AS pada akhir Maret lalu. Perwakilan dari perusahaan pelayaran dan asosiasi perdagangan menyatakan bahwa biaya ini berpotensi merugikan ekspor pertanian AS, meningkatkan harga barang konsumsi, serta mengancam lapangan pekerjaan para buruh pelabuhan di AS.
2. Fase Kedua Mendukung Kapal LNG Buatan AS
USTR mengumumkan bahwa fase kedua dari kebijakan ini akan dimulai dalam tiga tahun mendatang. Fase lanjutan ini akan memberikan insentif bagi kapal pengangkut gas alam cair (LNG) yang diproduksi di dalam negeri. Selama 22 tahun ke depan, kebijakan ini akan diterapkan secara bertahap, dengan tujuan untuk semakin menguntungkan kapal-kapal buatan AS.
Kebijakan ini muncul di tengah situasi perdagangan global yang tengah bergejolak akibat penerapan tarif impor tinggi oleh pemerintahan Trump. Sejak Januari, AS telah memberlakukan pajak hingga 145 persen untuk barang-barang yang berasal dari Tiongkok. Negara-negara lain dikenakan tarif umum sebesar 10 persen hingga bulan Juli mendatang.
Kombinasi antara tarif baru dan tarif lama dapat meningkatkan beban biaya barang-barang Tiongkok yang masuk ke AS hingga mencapai 245 persen. Para pelaku usaha memperkirakan bahwa kebijakan ini akan berdampak langsung pada harga barang bagi konsumen di dalam negeri.
Usai 3 Negara ASEAN, China Kini Lobi Filipina Lawan Tarif AS
Usai 3 Negara ASEAN, China Kini Lobi Filipina Lawan Tarif AS
3. Pelabuhan Eropa Kewalahan Akibat Pengalihan Rute
Akibat kebijakan tarif dan biaya pelabuhan yang baru, banyak kapal yang semula menuju AS kini dialihkan ke pelabuhan-pelabuhan di Eropa. Direktur Chartered Institute of Export & International Trade, Marco Forgione, menyebut bahwa kondisi ini menyebabkan “penumpukan signifikan” di pelabuhan-pelabuhan Uni Eropa dan “kemacetan parah” di pelabuhan-pelabuhan Inggris.
“Kami melihat banyak kapal dari Tiongkok yang seharusnya menuju AS justru berbelok ke Inggris dan Eropa,” ujar Forgione. Ia mencatat bahwa pada kuartal pertama tahun 2025, impor dari Tiongkok ke Inggris mengalami kenaikan sekitar 15 persen, sementara impor ke Uni Eropa meningkat sebesar 12 persen.
Presiden perusahaan logistik Flexport, Sanne Manders, juga menyoroti bahwa kemacetan semakin parah akibat aksi mogok di pelabuhan-pelabuhan Belanda, Jerman, dan Belgia. Ia menyebutkan bahwa pelabuhan Felixstowe di Inggris menjadi yang paling parah terdampak, sementara Rotterdam dan Barcelona juga mengalami tingkat kepadatan yang tinggi.
Manders memperingatkan bahwa pengalihan rute ini berpotensi memperburuk situasi. Ia memperkirakan akan terjadi lonjakan pengiriman ke AS dalam 90 hari ke depan, dengan tujuan untuk memanfaatkan jendela bebas tarif dari beberapa negara. Namun, konsumen Eropa diperkirakan tidak akan terlalu merasakan dampaknya, berbeda dengan konsumen AS yang harus menghadapi harga yang lebih mahal.
China Acuhkan Tarif Trump, Singgung AS Jadi Lelucon Dunia
China Acuhkan Tarif Trump, Singgung AS Jadi Lelucon Dunia