Indonesia, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) penting dengan Arab Saudi terkait dengan pengelolaan dan pengembangan sumber daya mineral kritis.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, secara langsung bertemu dengan Menteri Industri dan Sumber Daya Mineral Arab Saudi, Bandar Al-Khorayef, untuk membahas dan menyetujui kesepakatan ini. “Saya mewakili Pemerintah Indonesia dalam penandatanganan MoU strategis mengenai mineral kritis ini,” ungkapnya di Istana Merdeka, Jakarta, pada hari Kamis (17/4).
Menteri Bahlil menjelaskan bahwa Arab Saudi saat ini tengah berupaya mendiversifikasi fokus ekonominya, beralih dari ketergantungan pada sektor minyak bumi menuju sektor mineral, dengan penekanan khusus pada mineral-mineral kritis. Menurutnya, mineral kritis yang menjadi perhatian utama Arab Saudi meliputi nikel, bauksit, dan mangan.
“Ini adalah kerangka dasar MoU. Kami akan membentuk tim kecil ad hoc untuk merumuskan detail implementasinya,” jelasnya lebih lanjut.
Ketua Umum Partai Golkar tersebut menekankan bahwa komitmen kerja sama dalam pengembangan dan pengolahan mineral kritis di Indonesia akan melibatkan berbagai pihak, baik dari pemerintah maupun sektor swasta, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan swasta.
“Kami sangat terbuka dan mengundang mereka untuk berinvestasi bersama, khususnya dalam pengembangan mineral kritis,” kata Bahlil, menyambut baik potensi kolaborasi tersebut.
Kunjungan Menteri Kerajaan Arab Saudi ini diharapkan dapat mempererat kerja sama di berbagai sektor, termasuk pertambangan, farmasi, industri makanan, dan otomotif. Kerajaan Arab Saudi telah lama mengakui Indonesia sebagai mitra strategis utama di kawasan Asia Tenggara.
Selain itu, kerja sama di bidang energi terbarukan juga menjadi agenda penting dalam diskusi tersebut. Kerajaan Arab Saudi saat ini sedang melakukan investasi besar-besaran dalam sektor energi terbarukan dan teknologi kendaraan listrik (EV), yang merupakan bagian integral dari visi pembangunan Vision 2030 mereka.
Sebagai contoh konkret dari kerja sama ini, kemitraan dengan Vale Indonesia, produsen nikel terkemuka yang memainkan peran penting dalam rantai pasok produksi baterai kendaraan listrik, menjadi salah satu pilar utama.