Ragamutama.com, JAKARTA — Implementasi skema royalti baru oleh pemerintah telah resmi bergulir, memengaruhi dinamika bisnis sejumlah perusahaan mineral dan batu bara (minerba). Pertanyaan besar pun muncul: Bagaimana dampaknya terhadap prospek saham emiten-emiten seperti PT Adaro Andalan Indonesia Tbk. (AADI) dan PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM)?
Skema royalti yang baru ini diatur dalam dua pilar hukum, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 19/2025 dan PP No. 18/2025.
PP No. 19/2025 menaikkan tarif royalti untuk komoditas mineral utama seperti nikel, tembaga, dan emas. Sementara itu, PP No. 18/2025 fokus pada penyesuaian tarif royalti bagi produsen batu bara yang beroperasi di bawah skema Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dengan penurunan tarif menjadi salah satu aspek krusial.
Dalam risetnya, analis Indo Premier Sekuritas, Ryan Winipta dan Reggie Parengkuan, menyoroti bahwa kenaikan royalti untuk bijih nikel, tembaga, emas, dan logam lainnya akan diterapkan secara progresif, mengikuti tingkatan atau rentang harga yang telah ditetapkan.
Kenaikan royalti bijih nikel dari 10% menjadi rentang 14%—19% dinilai akan membebani emiten-emiten di sektor nikel, termasuk ANTM dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
“Oleh karena itu, kami melakukan sedikit revisi terkait dampak royalti terhadap kinerja ANTM dan INCO, mengingat keduanya terdampak langsung oleh kenaikan ini,” ungkap Ryan Winipta dan Reggie Parengkuan dalam riset yang dipublikasikan pada Kamis (17/4/2025).
: : Prospek Saham Antam (ANTM) Semakin Menarik Pasca Harga Emas Sentuh Rekor Tertinggi
Di sisi lain, royalti batu bara bagi pemegang IUPK akan mengalami penurunan. Hal ini diperkirakan memberikan angin segar bagi emiten batu bara seperti AADI, PT Indika Energy Tbk (INDY), dan PT Bumi Resources Tbk (BUMI).
“AADI, BUMI, dan INDY berpotensi menjadi pihak yang paling merasakan manfaat dari penyesuaian royalti ini,” jelas Ryan Winipta dan Reggie Parengkuan.
: : Koreksi Prospek Laba ACES Tertekan Menyusutnya Tingkat Optimisme Konsumen
Namun, di tengah potensi penurunan beban royalti bagi emiten batu bara, muncul tantangan lain. Permintaan batu bara diperkirakan berpotensi melambat, seiring dengan meningkatnya kekhawatiran resesi di Amerika Serikat dan menurunnya kepercayaan bisnis di tengah ketidakpastian tarif serta perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Indo Premier Sekuritas cenderung lebih memilih perusahaan dengan arus kas bebas (free cash flow) yang solid dan neraca keuangan yang kuat. Meskipun menghadapi tantangan kenaikan tarif royalti, Indo Premier Sekuritas tetap memberikan rekomendasi beli (buy) untuk saham ANTM dengan target harga Rp2.500 per saham.
Analis Sucor Sekuritas, Yoga Ahmad Gifari, dalam risetnya juga berpendapat bahwa kebijakan skema royalti baru ini akan menguntungkan pemegang IUPK seperti AADI dan INDY, karena struktur baru memperkenalkan braket harga yang lebih luas dalam perhitungan royalti.
“Perubahan regulasi ini secara khusus akan memberikan keuntungan signifikan bagi pemegang IUPK utama seperti AADI, INDY, dan BUMI,” tulis Yoga dalam risetnya.
Skema royalti yang baru ini dipandang sangat menguntungkan bagi pemegang IUPK karena berpotensi menghasilkan penghematan biaya yang signifikan.
Investment Analyst Stockbit, Hendriko Gani, menyampaikan bahwa kebijakan tarif royalti ini merupakan langkah strategis pemerintah dalam memaksimalkan penerimaan negara dari sektor pertambangan, sekaligus berupaya meningkatkan daya saing industri.
Namun, kebijakan ini juga berpotensi memberikan tekanan pada kinerja emiten produsen mineral seperti INCO dan ANTM.
Meskipun demikian, dari lantai Bursa Efek Indonesia (BEI), saham ANTM masih menunjukkan kinerja positif, menguat 1,04% pada perdagangan hari ini, Kamis (17/4/2025), ke level Rp1.945. Harga saham ANTM juga telah meningkat sebesar 27,54% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) atau sejak awal perdagangan 2025.
Saham INCO juga mengalami kenaikan sebesar 2,14% ke level Rp2.390 per saham. Meskipun demikian, harga saham INCO masih berada di zona merah, dengan penurunan sebesar 33,98% ytd.
Sebaliknya, saham batu bara seperti AADI justru melemah 1,08% ke level Rp6.850 per saham. Saham AADI juga mengalami penurunan sebesar 19,17% ytd. Selanjutnya, saham BUMI turun 3% ke level Rp97 dan turun 17,8% ytd.
Sementara itu, saham INDY menguat 2,22% ke level Rp1.150. Namun, INDY masih berada di zona merah, dengan penurunan sebesar 23,08% ytd.