Pemerintah Provinsi Bali (Pemprov Bali) telah merencanakan penyelenggaraan Sensus Kebudayaan Bali yang dijadwalkan pada tahun 2026. Pendanaan untuk kegiatan penting ini akan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Bali. Tujuan utama dari sensus ini adalah untuk mendokumentasikan secara komprehensif seluruh aset adat, seni, dan kearifan lokal yang menjadi ciri khas Pulau Dewata.
“Sensus ini akan berfokus pada desa adat, yang jumlahnya mencapai 1.500 di seluruh Bali. Desa adat merupakan fondasi penting sebagai penjaga dan pelestari kebudayaan Bali. Kebudayaan Bali sangat kaya, unik, dan unggul, namun kita belum memiliki data yang akurat mengenai jumlah dan ragamnya. Kita memiliki kekayaan budaya yang luar biasa, tetapi kita belum sepenuhnya mengetahui seberapa besar kekayaan itu,” ujar Gubernur Bali, Wayan Koster, saat menghadiri acara Pengukuhan Kepala BPS Bali di Denpasar, Kamis (17/04/2025).
Gubernur Koster menekankan bahwa karakteristik Bali sangat berbeda dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Asesmen yang biasanya dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bersifat nasional dengan parameter yang seragam. Sementara itu, keberagaman budaya Bali merupakan aset tak ternilai yang menjadi daya tarik utama bagi wisatawan dari seluruh dunia.
“Oleh karena itu, kebudayaan Bali harus menjadi prioritas utama karena Bali tidak memiliki sumber daya alam melimpah seperti minyak, gas, batu bara, emas, dan sumber daya alam lainnya. Kekayaan utama Bali adalah kebudayaannya,” tegasnya.
Saat ini, Pemprov Bali telah mengusulkan rencana sensus kebudayaan ini dalam anggaran perubahan, sehingga BPS dapat segera menyusun perencanaan yang matang. Pelaksanaan sensus secara langsung akan dialokasikan dalam anggaran induk tahun 2026.
Di sisi lain, Kepala BPS RI, Amalia Adininggar Widyasanti, memberikan apresiasi positif terhadap inisiatif Pemprov Bali untuk melaksanakan sensus kebudayaan.
Menurutnya, langkah ini akan menjadi yang pertama di Indonesia dan berpotensi menjadi model bagi provinsi-provinsi lain. Jika sensus budaya di Bali berhasil dilaksanakan, ada kemungkinan besar program ini akan direplikasi di provinsi lain.
“Di tingkat nasional, belum ada sensus budaya. Namun, karena ini merupakan kebutuhan spesifik Bali, kami akan mendukungnya melalui kantor BPS Bali,” kata Amalia di lokasi yang sama.
Amalia menjelaskan bahwa dengan adanya sensus ini, Pemprov Bali akan dapat memetakan dan memberikan intervensi yang tepat sasaran untuk pengembangan kebudayaan Bali, termasuk dalam sektor pariwisata atau sebagai upaya untuk mengembangkan ekonomi kreatif. BPS RI di tingkat pusat akan mendorong pembangunan dashboard data dan sistem sensus dengan data yang terperinci berdasarkan nama dan alamat.
“Tahun ini, kami akan mempersiapkan perencanaan untuk sensus tersebut. Sensus membutuhkan desain yang cermat, naskah akademik yang kuat, kerangka sensus yang jelas, metodologi yang tepat, serta desain monitoring dan evaluasi yang memastikan kualitas data yang dihasilkan,” pungkasnya.