Ragamutama.com JAKARTA – Saat merencanakan perjalanan, selain anggaran, dokumen perjalanan, dan pengaturan akomodasi, menetapkan harapan yang realistis tentang destinasi yang akan dikunjungi adalah hal yang tak kalah penting.
Salah satu aspek yang sering menjadi perhatian wisatawan adalah tingkat kebersihan suatu negara atau kota. Untuk membantu para pelancong dalam memilih destinasi, Eagle Dumpster Rental melakukan studi mendalam terhadap berbagai tempat wisata populer di seluruh dunia, meneliti praktik pengelolaan limbah, persepsi publik terhadap kebersihan, serta volume sampah yang dihasilkan per kapita.
Dalam analisisnya, mereka memanfaatkan data dan statistik dari basis data kualitas hidup Numbeo, basis data pengelolaan limbah padat Atlas D-Waste, serta informasi spesifik dari berbagai kota. Berdasarkan data tersebut, setiap destinasi diberikan “Skor Kebersihan Jalan”.
: Sidang Gugatan Buron E-KTP Paulus Tannos di Singapura Dimulai Juni 2025
“Kebersihan jalan memiliki pengaruh besar terhadap pengalaman wisatawan,” ujar Brian McDaid, seorang ahli daur ulang di Eagle Dumpster Rental, seperti dikutip oleh Travel + Leisure pada Kamis (17/4/2025).
Sebab, selain menciptakan ketidaknyamanan, jalanan yang kotor dapat memicu risiko kesehatan dan mengurangi daya tarik visual suatu destinasi.
: 10 Kota Terkaya dengan Miliarder Terbanyak di Dunia, Ada Tokyo dan Singapura
Setelah menganalisis data, Singapura, sebagai negara-kota, dinobatkan sebagai kota terbersih di dunia.
Keberhasilan Kota Singa ini didorong oleh tingkat ketidakpuasan minimal dari warganya terkait pengelolaan sampah serta volume sampah yang relatif rendah, hanya 320 kg per kapita setiap tahunnya.
: Pemkot Bandung dan Singapura Jajaki Kerja Sama di Sektor Ekonomi hingga Pendidikan
“Penerapan aturan kebersihan yang ketat di Singapura, ditambah dengan teknologi pengelolaan limbah mutakhir, menciptakan lingkungan publik yang sangat bersih,” kata McDaid.
Pendekatan holistik Singapura mencakup program edukasi publik, penerapan denda yang substansial bagi pelaku pembuangan sampah ilegal, serta sistem pengumpulan sampah yang efisien.
Di urutan kedua terdapat Kopenhagen, di mana penduduknya juga menunjukkan tingkat kepuasan yang tinggi terhadap layanan pengelolaan sampah.
“Kopenhagen telah menjadi pelopor dalam pengelolaan sampah berkelanjutan. Fokus mereka pada prinsip ekonomi sirkular dan pemanfaatan fasilitas pengolahan sampah menjadi energi telah menghasilkan jalanan yang tampak lebih bersih dan warga yang lebih puas,” jelas McDaid.
Melengkapi tiga besar kota terbersih adalah Praha. Ibu kota Republik Ceko ini menempati peringkat ketiga berkat tingkat kebersihan yang baik dan produksi sampah yang sangat rendah, hanya 306 kg sampah per orang per tahun.
Sebaliknya, kota dengan performa terburuk dalam daftar adalah Roma, di mana penduduknya secara terbuka mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap pengelolaan sampah. Wisatawan pun sering mengeluhkan masalah sampah di kota ini.
Roma juga menghasilkan volume sampah per kapita yang cukup tinggi, mencapai 650 kg per orang per tahun.
“Jalan-jalan bersejarah Roma menghadapi krisis sampah modern. Infrastruktur kota yang sudah tua tidak dirancang untuk menampung volume sampah saat ini, sehingga menciptakan tantangan bagi penduduk dan wisatawan,” ungkap McDaid.
Namun, Roma dapat belajar banyak dari kota-kota yang berada di puncak daftar untuk meningkatkan sistem pengelolaan sampahnya, baik bagi wisatawan maupun penduduk.
“Kota-kota terbersih menunjukkan bahwa sistem pengelolaan sampah yang efektif, edukasi publik yang berkelanjutan, dan infrastruktur yang memadai dapat menciptakan lingkungan perkotaan yang lebih menyenangkan bagi semua orang, baik mereka yang berkunjung singkat maupun mereka yang tinggal seumur hidup,” pungkas McDaid.