Ragamutama.com, Jakarta – Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman menepis spekulasi mengenai gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran yang disebut-sebut tengah melanda Indonesia. Bantahan ini disampaikan saat menjawab pertanyaan wartawan mengenai situasi pelaku UMKM di tengah maraknya pemberitaan tentang PHK dalam beberapa bulan terakhir.
Dalam keterangannya, Menteri Maman meminta media untuk tidak membangun opini publik dengan narasi tentang “banjir PHK”. Ia menekankan perlunya memisahkan antara persepsi yang berkembang di masyarakat akibat viralnya kasus-kasus PHK tertentu dengan realitas yang lebih luas.
“Saya merasa perlu meluruskan, mohon jangan terus-menerus menggunakan narasi ‘banyak PHK’. Ada beberapa perusahaan yang melakukan PHK dan kasusnya menjadi viral. Ini berbeda, antara anggapan ‘banyak PHK’ dengan kenyataan bahwa ada 1-2-3 perusahaan yang kasusnya viral, sehingga kesannya menjadi masif,” jelas Maman saat ditemui di Kantor Kementerian UMKM, Jakarta, Selasa, 15 April 2025.
Pernyataan Menteri Maman ini muncul seiring dengan meningkatnya perhatian publik terhadap isu hilangnya pekerjaan di awal tahun ini. Data dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menunjukkan bahwa sekitar 60 ribu pekerja telah kehilangan pekerjaan sejak Januari hingga awal Maret 2025. Informasi ini dikumpulkan oleh tim Penelitian dan Pengembangan (Litbang) KSPI bersama Partai Buruh, dan menunjukkan angka yang signifikan lebih tinggi dibandingkan data resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Presiden KSPI, Said Iqbal, menjelaskan bahwa perbedaan data antara pemerintah dan serikat pekerja mengenai angka PHK ini sudah berlangsung lama. Ia menyoroti metode pengumpulan data pemerintah yang cenderung mengandalkan laporan dari Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) di berbagai daerah, yang menurutnya seringkali tidak mencerminkan kondisi sebenarnya di lapangan.
“Data yang dimiliki pemerintah dan data di lapangan selalu berbeda. Data lapangan dikumpulkan langsung oleh serikat pekerja, khususnya KSPI. Sementara data pemerintah bersumber dari Disnaker (Dinas Ketenagakerjaan) di daerah. Jadi pemerintah pusat, dalam hal ini Kemnaker, jarang turun langsung ke lapangan,” ungkap Iqbal dalam konferensi pers daring, Sabtu, 5 April 2025.
Lebih lanjut, Iqbal menyatakan bahwa banyak perusahaan yang tidak melaporkan kasus PHK secara komprehensif atau tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Serikat pekerja, menurutnya, mendapatkan informasi langsung dari jaringan organisasi buruh di tingkat perusahaan, sehingga memungkinkan mereka untuk memperoleh data yang lebih akurat.
“Serikat buruh memiliki jaringan di tingkat perusahaan, yang terhubung langsung ke pusat,” imbuh Iqbal.
Dari total 60 ribu pekerja yang diklaim terkena PHK oleh KSPI, sebanyak 49.843 orang berasal dari 40 perusahaan yang telah divalidasi oleh Litbang KSPI dan Partai Buruh. Sisanya masih dalam proses pendataan dan verifikasi lebih lanjut. PHK ini dilaporkan terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Bogor, Tangerang, Semarang, dan Sukoharjo.
Beberapa faktor utama yang menyebabkan PHK antara lain kondisi keuangan perusahaan yang kurang baik, seperti kebangkrutan atau proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), langkah efisiensi perusahaan, dan relokasi pabrik ke daerah lain.
Di sisi lain, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melalui portal Satu Data Ketenagakerjaan melaporkan angka PHK yang jauh lebih rendah. Tercatat ada 18.610 pekerja yang kehilangan pekerjaan selama periode Januari hingga Februari 2025. Laporan tersebut menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Tengah menjadi wilayah dengan jumlah PHK tertinggi, yang menyumbang lebih dari separuh total PHK secara nasional versi Kemnaker.
“Jumlah tenaga kerja yang mengalami PHK terbanyak berada di Provinsi Jawa Tengah, yaitu sekitar 57,37 persen dari total tenaga kerja ter-PHK yang dilaporkan,” demikian isi laporan resmi Kemnaker yang dikutip pada Senin, 31 Maret 2025.
Data Kemnaker mencatat bahwa 10.677 pekerja di Jawa Tengah mengalami PHK. Selain itu, angka PHK juga tercatat di beberapa provinsi lainnya, seperti Riau (3.530 orang), DKI Jakarta (2.650 orang), Jawa Timur (978 orang), Banten (411 orang), Bali (87 orang), Sulawesi Selatan (77 orang), Kalimantan Tengah (72 orang), dan Jawa Barat (23 orang).
Ervana Trikarinaputri dan Mega Maha Dewi turut serta dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Menteri UMKM Soroti Pengaruh Judi Online terhadap Penurunan Daya Beli Masyarakat