Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Direktur PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel Roy Arman Arfandy angkat bicara ihwal harga saham perseroan yang jatuh dalam dari harga saat penawaran umum perdana (IPO) saham.
Sampai penutupan perdagangan Jumat (31/1/2025), saham NCKL melantai di harga Rp705 per saham. Posisi itu lebih rendah 43,6% atau telah terkoreksi 545 poin dari harga saat IPO pada 12 April 2023 lalu di level Rp1.250 per saham.
Belakangan, BCA Sekuritas merevisi target harga untuk NCKL ke level Rp770 per saham, dari awalnya sempat dipatok tinggi di angka Rp1.200 per saham.
“Market memang saat ini tidak terlalu baik sehingga memberikan tekanan tidak hanya ke NCKL tetapi juga perusahaan sumber daya alam lainnya,” kata Roy saat dikonfirmasi, Minggu (2/1/2025).
Roy mengatakan kondisi yang dialami NCKL turut dirasakan perusahaan lainnya di tengah tekanan pasar pada industri sumber daya alam awal tahun ini.
Dalam rentang satu pekan terakhir saham NCKL terkoreksi cukup dalam, sempat menyentuh level terendahnya di angka Rp680 per saham pada Kamis (30/1/2025).
Baca Juga : : Harita Nickel (NCKL) Akuisisi 10% Saham Obi Nickel Rp2,11 Triliun
Selang sehari, anggota bursa grup Harita, PT Harita Kencana Sekuritas dengan kode broker AF memboyong sekitar 80.600 lot saham NCKL dengan nilai keseluruhan mencapai Rp5,6 miliar pada Jumat (31/1/2025).
Aksi borong saham itu belakangan berhasil mengerek harga saham NCKL di pasar efek ke level Rp705 per saham. Saat itu, Harita Kencana Sekuritas membeli saham NCKL di harga rata-rata Rp697 per saham.
Baca Juga : : Cek Katalis Pemicu Revisi Naik Proyeksi Kinerja Harita Nickel (NCKL)
Sebelumnya, Harita Nickel merencanakan pembelian kembali saham dengan nilai maksimal sebesar Rp1 triliun. NCKL telah menunjuk PT Harita Kencana Sekuritas untuk melaksanakan buyback melalui BEI.
Hanya saja, Roy enggan berkomentar banyak soal aksi korporasi itu di tengah koreksi saham NCKL awal tahun ini.
“Terkait buyback, nanti kami akan laporkan setiap akhir semester,” kata Roy.
Buyback dilakukan dalam kurun waktu 12 bulan sejak disetujui dalam RUPST pada 27 Juni 2024 lalu. Adapun sumber dana yang digunakan untuk buyback berasal dari dana internal, bukan merupakan hasil penawaran umum atau dana pinjaman dalam bentuk apapun.
Seperti diberitakan sebelumnya, BCA Sekuritas menyematkan rating underweight untuk sektor nikel dalam riset teranyar akhir Januari 2025. Pasar nikel global dianggap masih lesu akibat oversupply.
Analis BCA Sekuritas Muhammad Fariz mengatakan pandangan underweight itu berasal dari pertimbangan tinginya produksi baja tahan karat di China di tengah permintaan yang melanjutkan tren pelemahan.
Konsekuensinya, terjadi penumpukan stok di sejumlah produsen yang belakangan ikut berdampak pada pasokan NPI di pasar.
“Kami menilai bahwa NPI dan baja tahan karat kini menunjukkan tanda lampu kuning karena ruang untuk perbaikan harga mungkin terbatas jika pasokan NPI terus meningkat, sementara permintaan tetap lemah,” tulis Fariz.
BCA sekuritas menyesuaikan asumsi harga rata-rata LME nikel dan NPI masing-masing, dari US$18.000 per ton dan US$13.327 per ton menjadi sebesar US$17.062 per ton dan US$13.466 per ton sepanjang tahun 2024.
Sementara itu, asumsi harga rata-rata LME nikel untuk tahun 2025 dan 2026 masing masing sebesar US$17.000 per ton, dari semula disematkan di level US$19.000 per ton dan US$20.000 per ton.
Selanjutnya, BCA Sekuritas mengoreksi harga NPI pada periode 2025 dan 2026 masing-masing ke level US$13.418 per ton, dari semula diproyeksikan mencapai US$14.068 per ton dan US$14.808 per ton.
“Karena sektor ini menunjukkan tanda-tanda lampu kuning dan merah serta belum ada perbaikan signifikan pada permintaan, kami mengubah urutan prioritas kami menjadi ANTM>INCO>NCKL (sebelumnya INCO>NCKL>ANTM),” kata dia.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.