Ragamutama.com – Pada hari Jumat, 18 April 2025 mendatang, masyarakat Indonesia akan menikmati libur nasional memperingati Wafat Isa Al Masih, yang merupakan bagian dari rangkaian perayaan Paskah.
Berbicara tentang Paskah, tahukah Anda bahwa ada sebuah pulau di dunia ini yang menyandang nama yang sama, yaitu Paskah atau Easter dalam bahasa Inggris?
Pulau Paskah, yang juga dikenal sebagai Easter Island, adalah salah satu wilayah berpenghuni paling terpencil di planet bumi.
Terletak di bagian tenggara Samudra Pasifik yang luas, pulau ini berjarak lebih dari 1.600 kilometer dari pulau-pulau lain di wilayah Polinesia Timur dan sekitar 2.253 kilometer (km) di sebelah barat benua Amerika Selatan.
Mengapa pulau ini dinamakan Pulau Paskah?
Nama Pulau Paskah berasal dari seorang penjelajah berkebangsaan Belanda, Jacob Roggeveen, yang menjadi orang Eropa pertama yang menemukan pulau ini tepat pada Hari Paskah, tanggal 5 April 1722.
Sebagai penghormatan atas momen tersebut, Roggeveen memberinya nama Paasch-Eyland, yang kemudian dikenal dengan sebutan Easter Island atau Pulau Paskah.
Namun, penduduk asli pulau ini memiliki nama sendiri untuk menyebut diri mereka dan tanah kelahiran mereka, yaitu Rapa Nui.
Asal-usul Masyarakat Rapa Nui
Di antara tahun 600 hingga 800 Masehi, sekelompok pelaut pemberani dari suatu wilayah di Polinesia Timur yang belum diketahui secara pasti tiba di pulau ini setelah melakukan pelayaran selama berminggu-minggu ke arah tenggara.
Mereka kemudian mendirikan sebuah peradaban yang berkembang dengan pesat, ditandai dengan struktur sosial yang khas Polinesia, di mana terdapat kelas bangsawan yang dipimpin oleh seorang kepala suku (ariki) yang memiliki otoritas penuh atas rakyat jelata.
Kesenian Rapa Nui dan Keagungan Patung Moai
Salah satu daya tarik utama dan ciri khas yang paling terkenal dari Rapa Nui adalah keberadaan patung-patung batu raksasa yang disebut moai. Patung-patung ini dipercaya sebagai representasi dari para leluhur yang memiliki kekuatan supranatural untuk melindungi dan menjaga kesejahteraan masyarakat.
Sebagian besar moai ditempatkan dengan megah di atas platform batu yang disebut ahu, menghadap ke arah pedalaman pulau untuk memberikan “pengawasan” dan perlindungan bagi masyarakat di sekitarnya.
Dalam rentang waktu antara tahun 1100 dan 1650, para pemahat Rapa Nui yang terampil berhasil menciptakan sekitar 900 moai. Patung-patung ini diukir dengan teliti dari batu vulkanik lunak yang diambil langsung dari kawah gunung berapi Rano Raraku.
Secara rata-rata, moai memiliki tinggi sekitar 4 meter dengan berat antara 10 hingga 12 ton. Meskipun demikian, terdapat pula moai yang berukuran jauh lebih besar, bahkan ada satu patung yang belum sepenuhnya selesai dikerjakan dengan tinggi mencapai lebih dari 21 meter.
Ciri-ciri khas moai meliputi hidung panjang yang melandai dengan anggun, alis tebal yang memberikan kesan berwibawa, mata yang cekung dalam, serta dagu yang menonjol dengan kuat.
Beberapa moai juga dilengkapi dengan semacam topi berbentuk silinder yang terbuat dari batu merah, yang diyakini merupakan hiasan kepala atau representasi dari gaya rambut tertentu pada masa lalu.