Analis Ungkap Prospek Emiten CPO dan Rekomendasi Saham di Tengah Tarif Trump

- Penulis

Minggu, 13 April 2025 - 18:47 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ragamutama.com – JAKARTA. Rencana pemberlakuan kebijakan tarif timbal balik (resiprokal) oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) terhadap sejumlah negara telah memicu kekhawatiran di kalangan pelaku industri global, termasuk sektor kelapa sawit atau yang lebih dikenal dengan istilah crude palm oil (CPO).

Dalam skema tarif resiprokal yang diinisiasi oleh pemerintah AS, Indonesia berpotensi terkena dampak dengan besaran tarif mencapai 32%. Kendati demikian, implementasi kebijakan tersebut saat ini ditangguhkan selama 90 hari ke depan. Selama masa penundaan ini, pemerintah AS berencana menerapkan tarif impor minimal sebesar 10% kepada 75 negara, termasuk Indonesia.

Menanggapi potensi penerapan tarif oleh pemerintahan Trump ini, muncul wacana dari pemerintah Indonesia untuk melakukan penyesuaian, termasuk opsi pemangkasan bea keluar bagi komoditas ekspor CPO. Menurut catatan KONTAN, langkah ini berpotensi meringankan beban para pelaku usaha hingga sebesar 5%.

Nilai total ekspor komoditas sawit beserta produk turunannya dari Indonesia ke AS mencapai US$ 1,29 miliar dengan volume sebesar 1,39 juta ton sepanjang tahun 2024. Meskipun demikian, AS bukanlah tujuan ekspor utama bagi produk sawit Indonesia. Tahun lalu, volume ekspor CPO terbesar tercatat menuju India, diikuti oleh Pakistan dan China. Amerika Serikat sendiri berada di urutan keempat sebagai negara tujuan ekspor CPO Indonesia.

Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, diperkirakan bahwa pemberlakuan tarif oleh pemerintahan Trump tidak akan terlalu signifikan membebani kinerja industri kelapa sawit nasional. Beberapa emiten CPO terkemuka, seperti PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO), turut menyampaikan pandangan yang serupa.

Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Berikan Respon Positif Terhadap Wacana Pemangkasan Bea Keluar CPO

Presiden Direktur AALI, Santosa, menyampaikan bahwa dampak langsung dari kebijakan tarif Trump terhadap kinerja perseroan relatif tidak ada. Hal ini dikarenakan AALI tidak secara langsung menjual produk CPO ke pasar Amerika Serikat.

“Secara langsung, volume ekspor CPO ke AS juga relatif tidak terlalu besar,” ungkapnya kepada Kontan pada hari Jumat (11/4).

Secara umum, volume ekspor AALI mencakup sekitar 40% dari total volume penjualan sepanjang tahun 2024. Negara-negara tujuan ekspor utama bagi AALI adalah China dan negara-negara lain di kawasan Asia.

“Namun demikian, kebijakan penjualan AALI bersifat oportunistik, dengan evaluasi harian. Kami akan memilih opsi yang menawarkan harga terbaik, baik di pasar domestik maupun ekspor, tergantung pada kondisi dari waktu ke waktu,” jelasnya.

Meskipun demikian, Santosa tidak menampik bahwa kebijakan tarif Trump berpotensi menimbulkan dampak tidak langsung terhadap industri kelapa sawit. Kebijakan tersebut berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi global, dan dalam skenario terburuk, dapat memicu kontraksi ekonomi yang berimbas pada keseimbangan antara supply dan demand minyak nabati. Pada akhirnya, hal ini dapat mempengaruhi harga komoditas minyak nabati secara global, khususnya di pasar China.

Baca Juga :  IHSG Melesat: Asing Lepas Saham Rp 751 Miliar, Ini Daftar Jual Terbesar!

Di sisi lain, Head of Investor Relation SGRO, Stefanus Darmagiri, menyampaikan bahwa dampak dari kebijakan tarif Trump terhadap industri CPO tidak secara langsung memengaruhi operasional maupun kinerja SGRO. Hal ini disebabkan seluruh penjualan minyak kelapa sawit perseroan difokuskan untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik.

“Meskipun kebijakan tarif Trump akan berdampak terhadap volume ekspor CPO Indonesia ke AS, dengan dimulainya program B40 pada awal tahun 2025, kami berharap program ini dapat membantu meningkatkan permintaan minyak kelapa sawit, khususnya untuk pasar domestik,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (11/4).

Menurut Stefanus, fluktuasi harga jual CPO sangat dipengaruhi oleh mekanisme pasar, yaitu keseimbangan antara supply dan demand. Oleh karena itu, SGRO tetap fokus pada program peningkatan produktivitas kelapa sawit serta melakukan efisiensi kerja untuk dapat meningkatkan kinerja operasional dan keuangan perusahaan.

Harga CPO diperkirakan akan tetap solid pada kuartal I 2025, didukung oleh peningkatan permintaan terhadap minyak kelapa sawit selama bulan Ramadan serta adanya peningkatan mandat biodiesel menjadi B40.

Pada tahun 2025, SGRO menargetkan adanya perbaikan produksi tandan buah segar (TBS) dari kebun inti SGRO sebesar 5% year on year (YoY).

“Perseroan tidak melakukan ekspor produk minyak kelapa sawit di tahun 2025, karena seluruh penjualan minyak kelapa sawit perseroan difokuskan kepada pasar domestik,” tegasnya.

Harga CPO Bertahan di Atas MYR 4.000, Tekanan Global Masih Membayangi Pasar

Direktur PT Rumah Para Pedagang, Kiswoyo Adi Joe, menyatakan bahwa CPO memang merupakan komoditas impor terbesar AS dari Indonesia. Namun, AS bukanlah negara tujuan ekspor CPO terbesar bagi Indonesia.

“AS memiliki perkebunan jagung dan kedelai yang cukup besar, sehingga CPO bukan menjadi komoditas utama yang digunakan di sana,” jelasnya kepada Kontan, Minggu (13/4).

Negara-negara tujuan ekspor utama bagi Indonesia adalah China dan India. Kedua negara tersebut juga merupakan konsumen CPO terbesar di dunia. Oleh karena itu, dampak yang timbul akibat kebijakan tarif Trump terhadap industri kelapa sawit Indonesia diperkirakan tidak akan terlalu signifikan.

“Selama kondisi ekonomi global stabil dan tingkat konsumsi masyarakat global, terutama di China dan India, tetap baik, permintaan terhadap CPO akan terus tinggi,” ungkapnya.

Saat ini, tidak terlalu banyak produsen CPO di Tanah Air yang aktif melakukan ekspor. Hanya beberapa perusahaan dengan lahan perkebunan yang luas dan pabrik minyak goreng berkapasitas besar yang melakukan ekspor dalam jumlah yang signifikan, seperti perusahaan-perusahaan CPO yang tergabung dalam Grup Wilmar dan Grup Sinarmas.

“Perusahaan CPO yang tidak terlalu besar biasanya lebih fokus pada penjualan di pasar domestik. Contohnya, PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) dan PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) lebih banyak menjual produknya di pasar lokal,” jelasnya.

Baca Juga :  Cermati Rekomendasi Saham Pilihan Analis di Tengah Rekor Harga Emas dan Logam Mulia

Industri kelapa sawit memang menghadapi sejumlah tantangan, seperti kewajiban domestic market obligation (DMO), pungutan ekspor, hingga bea keluar. Namun, hal tersebut tampaknya tidak menjadi hambatan yang signifikan bagi kinerja industri kelapa sawit di masa mendatang.

Sebab, volume penjualan sawit saat ini masih berada pada level yang cukup baik, mengingat harganya yang masih tinggi di pasar global akibat tingginya aktivitas replanting di sejumlah perkebunan produsen utama, yaitu Indonesia dan Malaysia.

Menurut Kiswoyo, bea keluar merupakan sumber dana yang dikelola untuk membantu petani sawit plasma lokal dalam melakukan replanting.

“Dana yang dikelola saat ini tampaknya cukup besar, sehingga tidak akan menjadi masalah jika sedikit berkurang setelah adanya pemangkasan bea keluar,” katanya.

Senada, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menyampaikan bahwa kebijakan proteksionisme yang diterapkan oleh AS diperkirakan tidak akan terlalu memengaruhi kinerja emiten CPO, mengingat pangsa pasar domestik masih cukup besar.

Domestic market merupakan kontributor terbesar bagi penyerapan produk CPO,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (13/4).

Meskipun demikian, pemerintah Indonesia perlu menjalankan diplomasi ekonomi yang efektif untuk memitigasi risiko terkait penerapan tarif resiprokal oleh pemerintahan Trump setelah masa penundaan selama 90 hari berakhir.

“Perundingan perdagangan sangat penting. Pemerintah juga perlu mengimplementasikan program-program unggulan yang dapat menyerap konsumsi CPO di dalam negeri, seperti program B40,” jelasnya.

Austindo Nusantara Jaya (ANJT) Menargetkan Kenaikan Produksi CPO Sebesar 15% pada Tahun 2025

Rekomendasi Saham

Di sisi lain, pergerakan harga saham emiten CPO dinilai masih mencerminkan kinerja bisnis masing-masing emiten.

Berdasarkan data dari RTI, kinerja saham emiten CPO menunjukkan hasil yang beragam. Misalnya, kinerja saham AALI mengalami penurunan sebesar 11,69% sejak awal tahun atau secara year to date (YTD), dan saham DSNG turun sebesar 27,37% YTD.

Sebaliknya, saham TAPG mengalami kenaikan sebesar 13,07% YTD, saham PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) naik sebesar 9,74% YTD, dan saham SGRO naik sebesar 7,48% YTD.

“Kenaikan ini didorong oleh momentum mendekati musim pembagian dividen. Jadi, emiten yang rutin membagikan dividen cenderung mengalami kenaikan harga sahamnya,” kata Kiswoyo.

Kiswoyo merekomendasikan pembelian (beli) untuk saham AALI, LSIP, TAPG, dan DSNG dengan target harga masing-masing sebesar Rp 6.500 per saham, Rp 1.800 per saham, Rp 1.000 per saham, dan Rp 1.000 per saham. Keempat emiten tersebut dipilih karena memiliki jumlah pohon dengan usia produktif yang cukup banyak, terutama TAPG dan DSNG.

Sementara itu, Nafan merekomendasikan strategi buy on weakness untuk saham LSIP, terutama dengan entry level pada rentang harga Rp 1.050 – Rp 1.070 per saham. Target harga terdekat berada pada level Rp 1.130 per saham.

Berita Terkait

IHSG Berpotensi Turun: Strategi Investor Lokal Jadi Penentu?
Liburan Seru Tanpa Bikin Kantong Jebol: Tips Jitu Perjalanan Hemat!
IPO 2025: Investor Waspada Gejolak Perang Dagang, Tantangan Semakin Berat!
Bank BJB Bagikan Dividen Jumbo Rp 85 Per Saham: Cek Jadwalnya!
Rupiah Terkini: Sentuh Rp 16.837, Melemah Dipicu Penguatan Dolar AS
Ruslan Tanoko: Kisah Crazy Rich Surabaya Borong Saham AVIA
Kabar Gembira! KDTN Bagi Dividen Jumbo 60% dari Laba 2024
Bank DKI Berencana IPO Tahun Ini: Target Dana Rp 4 Triliun?

Berita Terkait

Rabu, 16 April 2025 - 20:15 WIB

IHSG Berpotensi Turun: Strategi Investor Lokal Jadi Penentu?

Rabu, 16 April 2025 - 19:03 WIB

Liburan Seru Tanpa Bikin Kantong Jebol: Tips Jitu Perjalanan Hemat!

Rabu, 16 April 2025 - 18:59 WIB

IPO 2025: Investor Waspada Gejolak Perang Dagang, Tantangan Semakin Berat!

Rabu, 16 April 2025 - 18:11 WIB

Bank BJB Bagikan Dividen Jumbo Rp 85 Per Saham: Cek Jadwalnya!

Rabu, 16 April 2025 - 17:43 WIB

Rupiah Terkini: Sentuh Rp 16.837, Melemah Dipicu Penguatan Dolar AS

Berita Terbaru