WASHINGTON, KOMPAS.com – Pasukan AS melancarkan serangan udara di Somalia dengan target seorang perencana serangan ISIS dan anggota kelompok militan itu lainnya pada Sabtu (1/2/2025). Presiden AS, Donald Trump, mengungkapkan adanya serangan itu dan dia menyebutkan bahwa serangan tersebut menewaskan banyak anggota ISIS lainnya.
“Para pembunuh ini, yang kami temukan bersembunyi di gua-gua, mengancam Amerika Serikat dan sekutu kami,” kata Trump dalam sebuah postingan di Truth Social.
“Serangan tersebut menghancurkan gua-gua tempat mereka tinggal dan menewaskan banyak teroris tanpa sedikit pun membahayakan warga sipil,” lanjut Trump.
Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth mengatakan, serangan itu dilakukan di Pegunungan Golis dan penilaian awal menunjukkan banyak militan yang tewas. Dia juga memastikan, tidak ada warga sipil yang terluka dalam serangan tersebut.
Kantor kepresidenan Somalia mengatakan, Presiden Hassan Sheikh Mohamud telah diberitahu tentang serangan udara itu. Mohamud menulis di X bahwa dia menyampaikan terima kasih atas “dukungan yang tak tergoyahkan dari Amerika Serikat dalam perjuangan bersama kita melawan terorisme”.
“Kepemimpinan Anda yang berani dan tegas, Mr Presiden, dalam upaya kontraterorisme sangat dihargai dan disambut baik di Somalia,” lanjut Mohamud.
Menteri Penerangan negara bagian Puntland di Somalia bagian utara mengatakan, serangan AS dilancarkan di Pegunungan Cal Miskaad, bagian dari pegunungan Golis. Serangan itu menargetkan sejumlah pangkalan ISIS.
“Jumlah korban masih belum diketahui secara pasti karena saat itu gelap. Namun pasukan kami di garis depan dapat mendengar suara ledakan,” kata Menteri Mohamud Aidid Dirir kepada Reuters.
Hegseth mengatakan, dampak serangan tersebut akan menurunkan kemampuan ISIS untuk merencanakan dan melakukan serangan yang mengancam Amerika Serikat, para mitranya, dan warga sipil yang tidak bersalah.
“(Serangan ini) mengirimkan sinyal yang jelas bahwa Amerika Serikat selalu siap untuk menemukan dan melenyapkan teroris yang mengancam Amerika Serikat dan sekutu kami, sambil kami tetap melakukan perlindungan perbatasan yang ketat dan banyak operasi lainnya di bawah kepemimpinan Presiden Trump,” kata Hegseth dalam sebuah pernyataan.