Ragamutama.com JAKARTA. Sejumlah perusahaan raksasa di sektor menara telekomunikasi telah mempublikasikan laporan keuangan mereka untuk tahun 2024. Secara umum, seluruh emiten yang ada berhasil mencatatkan peningkatan pendapatan selama periode tersebut.
Sebagai contoh, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL), yang lebih dikenal dengan nama Mitratel, berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp 9,31 triliun di tahun 2024. Angka ini menunjukkan kenaikan sebesar 7,19% dibandingkan dengan pendapatan tahun sebelumnya (year on year/YoY) yang tercatat sebesar Rp 8,68 triliun.
Dari sisi keuntungan bersih, MTEL juga mencatatkan peningkatan sebesar 4,8% secara tahunan, dengan laba bersih mencapai Rp 2,11 triliun pada tahun 2024. Sebagai perbandingan, laba bersih Mitratel pada tahun sebelumnya adalah sebesar Rp 2,01 triliun.
Ragu dan Takut, Pemegang Saham Pengendali Minim Akumulasi Saat IHSG Anjlok Signifikan
PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) juga mengalami pertumbuhan laba bersih yang signifikan, yaitu sebesar 2,5% YoY, sehingga mencapai Rp 3,34 triliun. Dari sisi pendapatan, TOWR berhasil mengumpulkan Rp 12,74 triliun, yang merupakan peningkatan sebesar 8,5%.
Selanjutnya, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) juga masih mampu mencatatkan pertumbuhan pendapatan sekitar 3,5%, menjadi sebesar Rp 6,78 triliun. Namun, sayangnya, laba bersih TBIG mengalami penurunan sebesar 12,7% YoY, menjadi Rp 1,36 triliun.
Jika diperhatikan lebih detail, segmen penyewaan menara telekomunikasi masih menjadi penyumbang utama bagi pendapatan MTEL, TOWR, dan TBIG. Meskipun demikian, lini bisnis fiber optik terus menunjukkan pertumbuhan yang menjanjikan.
Dari total pendapatan MTEL sebesar Rp9,31 triliun, sekitar 93% berasal dari bisnis penyewaan menara, dengan nilai mencapai Rp 8,63 triliun. Sisanya berasal dari pendapatan tower related business yang terkait dengan jasa pengelolaan infrastruktur atau managed service.
Penyewaan menara juga merupakan kontributor terbesar terhadap pendapatan TOWR. Dari total pendapatan TOWR di tahun 2024 yang mencapai Rp12,74 triliun, sekitar 90% atau senilai Rp11,47 triliun berasal dari pendapatan penyewaan menara pihak ketiga.
Menurut Equity Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Daniel Widjaja, sektor menara telekomunikasi diperkirakan akan tetap resilien meskipun terdapat tantangan dari para operator telekomunikasi dalam hal akuisisi pelanggan.
“Ekspansi bisnis fiber diharapkan dapat memacu pertumbuhan industri, sejalan dengan strategi broadband yang diterapkan oleh operator telekomunikasi,” jelasnya dalam sebuah riset.
MTEL sendiri telah mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar Rp 3,54 triliun untuk tahun 2025. Anggaran tersebut akan diprioritaskan untuk pengembangan jaringan fiber.
Daniel berpendapat bahwa pertumbuhan Mitratel akan didorong oleh proyek-proyek yang dibangun khusus oleh Telkomsel dan konsolidasi lokasi yang agresif oleh Indosat, sementara aktivitas merger dan akuisisi (M&A) MTEL akan difokuskan pada bidang fiber optic.
Awas, Euforia Penundaan Tarif Cuma Sementara
Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, mengamati bahwa hampir seluruh emiten menara telekomunikasi besar berhasil mencatatkan pertumbuhan kinerja dari sisi pendapatan.
“Namun, permasalahannya adalah pendapatan tersebut belum optimal karena adanya efek beban dan biaya yang besar, yang pada akhirnya menekan bottom line para emiten,” jelasnya kepada Kontan pada hari Kamis (10/4).
Namun, setidaknya, menurut Nafan, para emiten telekomunikasi ini masih memiliki kemampuan untuk bertahan. Terlebih lagi, merger antara PT XL Axiata Tbk (EXCL) dan PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) ditargetkan selesai pada tahun ini.
Dia menilai bahwa merger EXCL-FREN akan menciptakan tantangan sekaligus peluang baru bagi para emiten telekomunikasi. Dari sisi negatif, entitas hasil merger kemungkinan akan melakukan perampingan usaha.
Situasi serupa juga pernah dialami oleh para emiten penyedia infrastruktur telekomunikasi ini pada saat terjadinya merger antara PT Indosat Tbk (ISAT) dan Hutchison 3 Indonesia.