“`html
RAGAMUTAMA.COM, JAKARTA — Di tengah reli Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cukup signifikan, William Hartanto, seorang analis dan praktisi pasar modal sekaligus Founder WH-Project, memberikan saran kepada para investor untuk berfokus pada saham-saham yang masih berpotensi naik atau masih undervalued (belum mencapai harga yang sebenarnya).
Berdasarkan data perdagangan sesi I pada hari Kamis, (10/4/2025), IHSG menunjukkan kinerja yang menggembirakan dengan ditutup pada level 6.267,86, mengalami kenaikan sebesar 299,87 poin atau setara dengan 5,02 persen. Sebanyak 546 saham mencatatkan kenaikan, sementara 94 saham mengalami penurunan, dan 147 saham tidak mengalami perubahan nilai. “Buy, apabila masih ada kesempatan pada saham yang belum mengalami kenaikan, atau bahkan jika sudah memiliki posisi namun masih mengalami floating loss, strategi average down bisa menjadi pilihan yang bijak,” kata William di Jakarta, Kamis.
Secara lebih rinci, William merekomendasikan untuk mengumpulkan saham-saham dari sektor keuangan, terutama perbankan, serta saham-saham perusahaan yang telah mengumumkan rencana pembagian dividen. “Banking dan saham-saham yang memberikan dividen memiliki daya tarik tersendiri, karena adanya potensi efek windows dressing,” jelas William.
Ia memperkirakan bahwa tren positif penguatan IHSG akan terus berlanjut dan berpotensi mencapai level tertinggi di angka 6.300 pada sesi perdagangan hari ini, Kamis. “Untuk perdagangan hari ini, kami memperkirakan IHSG akan terus menguat menuju level 6.300 atau setidaknya mendekati level tersebut hingga penutupan sesi,” ujar William.
Lebih lanjut, William menjelaskan bahwa sentimen positif yang mendorong penguatan IHSG berasal dari respons pelaku pasar terhadap penundaan implementasi tarif resiprokal selama 90 hari oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, terhadap sejumlah negara. “Technical rebound ini didorong oleh faktor oversold atau jenuh jual dan juga penundaan tarif oleh Trump selama 90 hari,” kata William.
Sementara itu, menurut pandangannya, eskalasi perang tarif impor antara AS dan China diperkirakan tidak akan memberikan dampak yang terlalu signifikan terhadap perekonomian Indonesia. “Dampaknya tidak terlalu signifikan. Justru, Indonesia mendapatkan keuntungan karena adanya penundaan selama 90 hari tersebut,” imbuh William.
Pada hari Rabu (9/4/2025) sore waktu AS, Presiden Trump secara resmi mengumumkan penundaan penerapan tarif resiprokal selama 90 hari kepada berbagai negara mitra dagang. Namun, Trump tetap memberlakukan kenaikan bea masuk terhadap produk-produk China sebesar 125 persen. Negara-negara yang awalnya direncanakan akan dikenakan tarif resiprokal yang lebih tinggi, kini hanya dikenakan tarif dasar sebesar 10 persen. Trump mengklaim bahwa lebih dari 75 negara telah menyatakan kesiapan untuk bernegosiasi dengan AS.
“`