Jakarta, RAGAMUTAMA.COM – Andry Asmoro, Kepala Ekonom Bank Mandiri, memperkirakan bahwa dinamika pasar keuangan global akan tetap volatile. Kondisi ini terutama dipicu oleh kekhawatiran mendalam terkait kebijakan tarif baru yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, terhadap produk-produk asal China.
Pada hari Rabu, 9 April 2025, Trump mengambil keputusan untuk meningkatkan tarif impor barang dari China menjadi 125 persen, sebuah lonjakan signifikan dari angka sebelumnya yaitu 104 persen. Langkah ini merupakan respons terhadap balasan Beijing yang memberlakukan tarif sebesar 84 persen. Situasi yang berkembang ini meningkatkan potensi terjadinya perlambatan ekonomi secara global.
“Kegagalan dalam negosiasi tarif antara China dan AS secara signifikan memperburuk risiko perlambatan ekonomi global, serta mendorong ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga yang lebih agresif oleh Federal Reserve pada tahun ini,” ungkap Andry pada hari Kamis, 10 April 2025.
1. Sentimen pasar negatif setelah China bereaksi atas kebijakan tarif yang ditetapkan Trump
Lebih lanjut, Andry menjelaskan bahwa sentimen di pasar regional, khususnya di kawasan Asia, diperkirakan akan cenderung negatif menyusul respons China terhadap tarif yang diberlakukan oleh AS. Hal ini semakin memperuncing ketegangan perdagangan. Investor juga akan memantau dengan seksama data perdagangan China untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai prospek pertumbuhan regional.
“Secara keseluruhan, kombinasi dari tekanan tarif, arah kebijakan suku bunga The Fed, dan data ekonomi utama diperkirakan akan membuat pasar global berfluktuasi dengan kecenderungan risk-off sepanjang minggu ini,” jelasnya.
Picu Perang Dagang dengan China, Trump Naikkan Tarif Hingga 125 Persen
Picu Perang Dagang dengan China, Trump Naikkan Tarif Hingga 125 Persen
2. Pasar berekspektasi the Fed bakal pangkas suku bunga acuan
Di sisi lain, perhatian pasar juga tertuju pada rilis data inflasi AS yang dijadwalkan pada minggu ini. Jika data inflasi mengindikasikan adanya penurunan, ekspektasi pasar terhadap pelonggaran kebijakan moneter yang lebih cepat oleh The Fed akan semakin menguat.
Spekulasi pasar menunjukkan bahwa The Fed akan segera mengambil langkah untuk memangkas suku bunga. Ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga The Fed pada tahun 2025 meningkat menjadi 100 basis poin (bps), bahkan sempat mencapai 125 bps setelah kebijakan tarif agresif Donald Trump memicu kekhawatiran akan terjadinya resesi global.
“Sebaliknya, jika inflasi tetap tinggi, hal ini dapat membatasi ruang gerak The Fed, dan meningkatkan ketidakpastian di pasar saham dan obligasi. Selain itu, rilis risalah FOMC juga menjadi fokus perhatian pasar pada minggu ini,” tambah Andry.
3. Data inflasi Maret ungkit optimisme masyarakat
Dari dalam negeri, sentimen positif muncul dari rilis data inflasi Indonesia yang menunjukkan angka yang terkendali sebesar 1,65 persen secara bulanan (month to month/mtm). Sementara itu, secara tahunan (year on year/yoy) terjadi inflasi sebesar 1,03 persen, dan dalam tahun kalender juga tercatat inflasi sebesar 0,39 persen.
Kondisi ini dianggap memperkuat optimisme terhadap stabilitas makroekonomi Indonesia. Selain itu, pemerintah juga mengumumkan percepatan belanja fiskal dan program stimulus di sektor riil, yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2025.
“Arahan presiden untuk menghilangkan aturan pembatasan impor juga turut mendorong optimisme investor terhadap prospek perusahaan dan perekonomian secara keseluruhan,” ujarnya.
Secara keseluruhan, ketidakpastian global masih diperkirakan menjadi faktor utama yang mendorong volatilitas di pasar keuangan domestik dalam jangka pendek.
“Kami memperkirakan nilai tukar rupiah akan bergerak di kisaran Rp16.830–Rp16.945 per dolar AS, sementara yield obligasi pemerintah dengan tenor 10 tahun akan berada di kisaran 7,1 persen–7,3 persen,” pungkasnya.
Pelaku Pasar Monitor Hasil Negosiasi RI ke Trump terkait Tarif Impor
Pelaku Pasar Monitor Hasil Negosiasi RI ke Trump terkait Tarif Impor