Dolar AS Tertekan, Mata Uang Aman Meroket: Inilah Penyebabnya

- Penulis

Kamis, 3 April 2025 - 11:59 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

JAKARTA, RAGAMUTAMA.COM – Dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan pelemahan terhadap beberapa mata uang utama, terutama mata uang safe haven. Indeks dolar (DXY) mengalami penurunan setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan detail kebijakan tarif impor terbarunya.

Data Bloomberg pada Kamis (3/4) pukul 10.54 WIB menunjukkan indeks dolar AS berada di level 103,051, turun 0,28% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.

Akibatnya, beberapa mata uang utama menguat terhadap dolar AS. Euro misalnya, meningkat 0,61%, dan poundsterling naik 0,46%. Yen Jepang juga mengalami penguatan signifikan, mencapai 1,38% terhadap dolar AS.

Sebaliknya, dolar AS menunjukkan kekuatan terhadap mata uang negara berkembang. Yuan China melemah 0,39%, dan rupiah Indonesia terkoreksi 0,21%.

Pergerakan indeks dolar AS ini terjadi setelah pengumuman Presiden Trump mengenai tarif dasar 10% untuk impor dari seluruh negara.

Baca Juga :  Wall Street Bangkit: Optimisme Perundingan Tarif AS Mendorong Pasar

Rupiah Tumbang ke Rp 16.771 Per Dolar AS di Pembukaan Hari Ini (3/4), Rekor Terburuk

Tarif yang lebih tinggi diterapkan pada negara-negara dengan surplus perdagangan besar, seperti Tiongkok, Uni Eropa, dan Jepang. Ketiga negara ini termasuk lima importir terbesar AS, sehingga Trump menyebut tarif tambahan ini sebagai tindakan “timbal balik”.

Uni Eropa, yang mengimpor barang senilai lebih dari US$ 553 miliar pada 2022, dikenakan tarif tambahan 20%. Tiongkok, dengan impor lebih dari US$ 536 miliar, dan Jepang, dengan impor lebih dari US$ 148 miliar pada tahun yang sama, masing-masing dikenai tarif 34% dan 24%.

Baca Juga :  Prediksi IHSG: Peluang dan Tantangan Setelah Libur Panjang

Untuk Tiongkok, tarif ini merupakan tambahan dari tarif 20% yang sebelumnya diberlakukan Trump. Totalnya, Tiongkok kini dikenai tarif impor 54%.

Meksiko dan Kanada, yang sebelumnya telah menerapkan kebijakan tarif balasan, tidak dikenai tarif timbal balik tambahan. Demikian pula, barang-barang dalam perjanjian USMA dan barang-barang yang telah dikenai tarif 25%, seperti baja dan aluminium, juga terbebas dari tarif tambahan.

Pelemahan DXY mencerminkan kekhawatiran investor terhadap dampak kebijakan tarif terhadap ketegangan perdagangan global. Pasar kini menantikan data Non-Farm Payroll (NFP) untuk memprediksi kebijakan The Fed selanjutnya, yang juga akan memengaruhi nilai tukar dolar AS.

Berita Terkait

Rupiah Menguat Tipis: Peluang atau Ancaman di Level Rp16.824?
MYOR, ADMR, MAPI Tetap Untung: Peluang Investasi Saat Indeks Bisnis-27 Melemah
UMK Merapat! BPJPH Buka 1 Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Komut JTPE Diperiksa KPK Terkait Transaksi Saham Taspen Kosasih
Dolar AS Menguat: Investor Indonesia Pantau Ketat Sinyal The Fed!
Laris Manis! Warga Serbu Emas Antam: Investasi Aman Masa Depan
IHSG Menguat di Awal Sesi, Ikuti Tren Positif Bursa Asia?
BUMN: Penopang Utama dan Daya Tarik Investasi Pasar Saham?

Berita Terkait

Rabu, 16 April 2025 - 10:47 WIB

Rupiah Menguat Tipis: Peluang atau Ancaman di Level Rp16.824?

Rabu, 16 April 2025 - 10:39 WIB

MYOR, ADMR, MAPI Tetap Untung: Peluang Investasi Saat Indeks Bisnis-27 Melemah

Rabu, 16 April 2025 - 10:27 WIB

UMK Merapat! BPJPH Buka 1 Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis

Rabu, 16 April 2025 - 10:03 WIB

Komut JTPE Diperiksa KPK Terkait Transaksi Saham Taspen Kosasih

Rabu, 16 April 2025 - 09:39 WIB

Dolar AS Menguat: Investor Indonesia Pantau Ketat Sinyal The Fed!

Berita Terbaru

general

Harga Emas Antam Hari Ini

Rabu, 16 Apr 2025 - 10:31 WIB