Ronde Titoni, Kuliner Legendaris Kota Malang yang Tak Lekang Waktu

- Penulis

Sabtu, 1 Februari 2025 - 12:08 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

MALANG, RAGAMUTAMA.COM – Di tengah semaraknya kuliner modern, Ronde Titoni tetap berdiri kokoh sebagai salah satu warung legendaris di Kota Malang.

Sejak didirikan pada 1948, warung ini terus menjadi primadona bagi pecinta wedang ronde dan angsle, menawarkan rasa autentik yang bertahan lintas generasi.

Berada di Jalan Zainul Arifin No. 18, Sukoharjo, Kecamatan Klojen, warung ini tak hanya menghadirkan kehangatan dalam semangkuk ronde, tetapi juga membawa sejarah panjang yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Dari Pikulan hingga Warung Tetap

Perjalanan Ronde Titoni dimulai dari pikulan keliling yang dibawa oleh Abdul Hasni, sang pendiri, di kawasan Pasar Besar Malang dan Pecinan.

Pada 1970-an, ia mulai menggunakan gerobak dan menetap di depan Toko Titoni, sebuah toko terkenal di kawasan tersebut. Nama Titoni pun akhirnya melekat dan menjadi identitas usaha ini.

Pada 1988, warung ini resmi berpindah ke lokasi tetapnya yang sekarang. Sugeng Prayitno, putra Abdul Hasni, kini menjadi generasi kedua yang menjaga keotentikan rasa ronde.

“Saya bantu orang tua sejak SMP kelas 2. Saya tidak melanjutkan sekolah dan bekerja mengelola Ronde Titoni. Sekarang, saya dibantu anak saya, generasi ketiga yang sudah ikut berjualan sejak lima tahun lalu,” kata Sugeng.

Kini, Sugeng lebih banyak menghabiskan waktu di dapur, menyerahkan bagian pelayanan kepada anaknya, Yanuar Rizky.

Baca Juga :  3 Alasan Tak Dianjurkan Minum Kopi saat Sahur dan Buka Puasa di Ramadan 2025, Ada Efek Sampingnya

Resep Klasik yang Tetap Bertahan

Jika dulu menu Ronde Titoni hanya terdiri dari ronde campur, kini pilihan semakin beragam dengan tambahan angsle dan kacang kuah, yang selalu disantap bersama cakwe hangat.

“Kalau ayah saya yang jual pertama kali ya ronde campur itu. Nah, kemudian berkembang ke angsle dan kacang kuah, yang sampai saat ini sering dicari,” ungkap Sugeng.

Perjalanan waktu juga membawa perubahan dalam harga.

Di tahun 1980-an, semangkuk ronde hanya dihargai Rp 500. Kini, harga tentu berbeda, namun rasa yang khas tetap dipertahankan.

Menolak Waralaba, Menjaga Eksklusivitas

Di saat banyak usaha kuliner merambah waralaba dan pemesanan online, Sugeng tetap setia dengan cara tradisional. Ia percaya, menikmati ronde di tempat memiliki sensasi berbeda dibandingkan membawanya pulang.

“Kalau terlalu banyak, nanti jadi pasaran. Saya buat strategi biar orang datang langsung dan merasakan kepuasannya. Biasanya makanan yang dimakan di lokasi dan dibawa pulang rasanya beda, mungkin lebih enak di tempat,” katanya.

Meskipun tidak menerima pemesanan online, Ronde Titoni tetap beradaptasi dengan zaman dengan menyediakan pembayaran digital via QRIS.

Bertahan dari Gempuran Zaman dan Pandemi

Lebih dari 70 tahun bertahan, bukan berarti perjalanan Ronde Titoni selalu mulus. Pandemi Covid-19 sempat memaksa warung ini tutup selama dua bulan, menjadi masa yang sulit bagi Sugeng dan keluarganya.

Baca Juga :  Serangga Diusulkan Masuk Menu MBG, Dosen IPB University: Tak Semua Biasa Makan

“Sangat kacau, akhirnya saya istirahat saja daripada capek buka yang serba dibatasi tapi hasilnya tidak ada,” kenangnya.

Namun, loyalitas pelanggan, eksposur media sosial, dan ulasan dari food influencer membantu warung ini kembali ramai.

“Sekarang yang datang makin bertambah dari semua kalangan umur. Apalagi ada sosmed yang menunjang, selama ini kita tidak pernah promosi, yang mempublikasikan ya pelanggan sendiri,” ujar Sugeng.

Ketika Ronde Bertemu Tinju

Ada satu hal unik yang mencuri perhatian pelanggan saat menikmati wedang ronde di sini: poster besar petinju legendaris Mike Tyson yang bertuliskan “Abdul Aziz (Mike Tyson) 1948”.

Sugeng mengaku sengaja memasang gambar tersebut karena ingin menghubungkan kata “ronde” dalam tinju dengan Ronde Titoni.

“Karena di tinju ada sebutan ‘ronde’, jadi saya sambungkan biar orang ingat Ronde Titoni. Meskipun kata orang banyak yang bilang tidak nyambung,” katanya sambil tertawa.

Dalam dunia kuliner yang terus berubah, Ronde Titoni tetap setia pada cita rasa dan tradisi. Di tengah modernisasi, warung ini membuktikan bahwa kualitas dan konsistensi adalah kunci utama untuk bertahan.

Saat malam tiba dan hawa dingin menyelimuti Kota Malang, semangkuk ronde hangat dari Ronde Titoni tetap menjadi pilihan utama bagi mereka yang ingin menikmati kehangatan rasa dan nostalgia yang tak lekang oleh waktu.

Berita Terkait

Viral TikTok Dubai Chocolate: Ancaman Krisis Pistachio Dunia?
Sudhamek AWS: Kisah Inspiratif Pemilik Garudafood dan Transformasi Bisnisnya
Nikmati Sensasi Argentina: Fuego & Sabor, Menu Terbaru yang Menggoda di Sudestada
Harga Ayam Anjlok: Peternak Rugi Puluhan Miliar Rupiah per Minggu!
Wajib Coba: 10 Kuliner Legendaris Khas Solo yang Bikin Nagih!
Kedai vs Cafe: 5 Perbedaan Utama yang Wajib Kamu Tahu!
10 Restoran Sushi Autentik Terbaik di Tokyo: Pengalaman Kuliner Tak Terlupakan
Tumis Jamur Bayam: Resep Praktis & Sehat Akhir Pekan!

Berita Terkait

Minggu, 20 April 2025 - 15:59 WIB

Viral TikTok Dubai Chocolate: Ancaman Krisis Pistachio Dunia?

Minggu, 20 April 2025 - 08:24 WIB

Sudhamek AWS: Kisah Inspiratif Pemilik Garudafood dan Transformasi Bisnisnya

Sabtu, 19 April 2025 - 11:24 WIB

Nikmati Sensasi Argentina: Fuego & Sabor, Menu Terbaru yang Menggoda di Sudestada

Jumat, 18 April 2025 - 22:59 WIB

Harga Ayam Anjlok: Peternak Rugi Puluhan Miliar Rupiah per Minggu!

Jumat, 18 April 2025 - 19:03 WIB

Wajib Coba: 10 Kuliner Legendaris Khas Solo yang Bikin Nagih!

Berita Terbaru

sports

Ciro Alves Tinggalkan Persib Bandung: Akhir Sebuah Era?

Minggu, 27 Apr 2025 - 14:32 WIB