NEW YORK. Bursa saham Wall Street mengalami turbulensi pada kuartal pertama 2025, dengan indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite mencatatkan performa triwulanan terburuk sejak tahun 2022. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian yang melingkupi kebijakan ekonomi pemerintahan Donald Trump, yang membuat pasar ekuitas Amerika Serikat (AS) bergejolak.
Selain kinerja kuartalan yang mengecewakan, kedua indeks utama Wall Street tersebut juga mencatatkan kerugian signifikan selama bulan Maret 2025. Penurunan persentase bulanan yang dialami menjadi yang terbesar sejak Desember 2022. Situasi ini dipicu oleh peluncuran serangkaian tarif baru oleh Presiden Donald Trump, yang memicu kekhawatiran akan terjadinya perang dagang global dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi serta peningkatan inflasi.
Sepanjang kuartal I 2025, indeks S&P 500 mengalami penurunan sebesar 4,6%, sementara indeks Nasdaq Composite merosot tajam sebesar 10,5%. Dampak negatif juga dirasakan oleh Dow Jones Industrial Average, yang terkoreksi sebesar 1,3% dalam tiga bulan pertama tahun ini.
“Para investor, selama kuartal pertama ini, seolah mengangkat tangan menyerah, karena situasinya benar-benar sulit diprediksi dan dimanfaatkan untuk trading,” ungkap Adam Turnquist, kepala strategi teknis LPL Financial, seperti yang dilansir oleh Reuters.
Wall Street Tertekan: S&P 500 dan Nasdaq Terpuruk Akibat Kekhawatiran Tarif Trump
Performa pasar saham AS sangat terbebani oleh kinerja tujuh saham teknologi raksasa yang dikenal dengan sebutan Magnificent Seven. Saham-saham ini sebelumnya menjadi motor penggerak pasar bullish hingga tahun 2023 dan 2024. Investor kini cenderung melepas saham-saham tersebut.
Saham Tesla mengalami penurunan hampir 36% pada kuartal pertama, sementara Nvidia turun hampir 20%.
“Pelajaran utama yang bisa kita ambil dari kuartal pertama ini adalah diversifikasi portofolio tetap relevan dan penting,” kata Michael Reynolds, wakil presiden strategi investasi di Glenmede.
Sektor teknologi informasi dan barang konsumsi, yang sangat dipengaruhi oleh perusahaan-perusahaan teknologi besar, mengalami penurunan persentase dua digit selama kuartal tersebut. Namun, sebagian besar dari 11 sektor yang tercakup dalam indeks S&P justru mencatatkan kenaikan pada periode yang sama, dengan sektor energi memimpin dengan kenaikan sebesar 9,3%.
Pada perdagangan Senin (31/3), S&P 500 dan Dow sejenak mengesampingkan ketidakpastian terkait rencana tarif pemerintahan Trump yang akan datang. Rincian lebih lanjut mengenai rencana tersebut diperkirakan akan diumumkan pada hari Rabu.
Trump menyatakan pada hari Minggu bahwa tarif yang akan diumumkannya akan berlaku untuk semua negara. Sebelumnya, ia telah memberlakukan tarif pada aluminium, baja, dan mobil, serta meningkatkan tarif untuk barang-barang dari China.
Pada hari Senin (31/3), indeks S&P 500 ditutup naik 30,91 poin, atau 0,55%, menjadi 5.611,85 poin. Dow Jones Industrial Average naik 417,86 poin, atau 1%, menjadi 42.001,76. Sementara itu, Nasdaq Composite turun 23,70 poin, atau 0,14%, menjadi 17.299,29.
Saham-saham sektor keuangan turut mendorong kenaikan S&P 500 pada hari Senin. Discover Financial Services dan Capital One Financial mencatatkan kenaikan masing-masing sebesar 7,5% dan 3,3%, karena investor berspekulasi bahwa merger mereka pada akhirnya akan disetujui oleh regulator.
Indeks kebutuhan pokok konsumen S&P 500, yang sering dianggap sebagai aset safe haven di pasar saham, menjadi sektor dengan kinerja terbaik, naik 1,6%. Sektor energi juga mengalami kenaikan, sejalan dengan lonjakan harga minyak mentah.
CBOE Volatility Index, yang dikenal sebagai barometer kecemasan di Wall Street, melonjak ke level tertinggi dalam dua minggu terakhir, mencapai 22,28 poin.
Wall Street Anjlok: S&P 500, Nasdaq dan Dow Ditutup Merosot Lebih dari 1,5%
Sebagai konsekuensi dari ketidakpastian terkait tarif, Goldman Sachs meningkatkan probabilitas resesi AS menjadi 35% dari sebelumnya 20%. Mereka juga memangkas target akhir tahun untuk S&P 500 menjadi 5.700, dan memperkirakan penurunan suku bunga yang lebih agresif oleh Federal Reserve.
Fokus utama minggu ini juga akan tertuju pada data ekonomi, termasuk survei aktivitas bisnis ISM dan laporan penggajian non-pertanian yang sangat penting. Selain itu, dijadwalkan pula pidato dari beberapa pejabat bank sentral AS, termasuk Ketua The Fed Jerome Powell.