Ragamutama.com, Jakarta – Alwi Farhan, seorang talenta muda yang bersinar, kini menjadi bagian penting dari skuad utama tunggal putra bulu tangkis di Pelatnas PBSI (Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia). Sejak bergabung pada tahun 2021, perjalanan Alwi terus menanjak, dipromosikan dari level pratama dua tahun kemudian dan kembali terpilih untuk tahun 2025.
Pebulu tangkis berusia 19 tahun kelahiran Surakarta, Jawa Tengah, ini memiliki ambisi besar untuk terus mengembangkan kemampuannya, mengikuti jejak para seniornya, Jonatan Christie dan Anthony Sinisuka Ginting, untuk menjadi pemain elit dunia. Kedua seniornya itu telah mencapai prestasi gemilang dengan menduduki peringkat kedua dunia.
Meskipun masih jauh dari level kedua seniornya, Alwi, yang saat ini menduduki peringkat ke-37 dunia, memiliki keyakinan bahwa Pengurus Pusat PBSI akan berhasil melakukan regenerasi pemain dengan baik. Keyakinannya ini terbukti dengan terpilihnya dia sebagai pengganti Ginting, yang masih dalam proses pemulihan cedera, untuk bertanding di Badminton Asia Championships 2025 yang akan diselenggarakan di Ningbo, Cina, pada 8-13 April mendatang. Keikutsertaan ini akan menjadi debutnya di ajang bergengsi tersebut.
Dalam wawancara eksklusif selama kurang lebih 30 menit bersama wartawan Tempo, Bagus Pribadi, yang berlangsung di Pelatnas PBSI Cipayung, Jakarta Timur, pada Rabu, 19 Maret lalu, Alwi berbagi cerita tentang lika-liku perjalanan kariernya sebagai seorang pebulu tangkis.
Sejak kapan Anda mulai bermain bulu tangkis?
Awalnya, saya adalah seorang atlet sepak bola, dari kelas 1 hingga kelas 4 SD. Namun, karena kakak saya seorang atlet bulu tangkis di PB Djarum, saya sering menemaninya latihan, meskipun hanya sekadar bermain tepok-tepokan saja. Kemudian, saat kelas 4 SD, saya mendapatkan tawaran dari PB Mansion Exist untuk mencoba bermain bulu tangkis secara serius.
Saya mencoba menekuni kedua cabang olahraga tersebut dari kelas 4 hingga kelas 6 SD, dan keduanya saya jalani dengan prestasi yang cukup baik. Namun, pada saat itu, saya merasa bahwa masa depan di bulu tangkis lebih terjamin, seolah melihat peluang untuk berkiprah di kancah internasional lebih besar di bulu tangkis.
Mungkin terkadang saya merasa kurang puas dengan performa tim, sehingga saya berpikir akan lebih baik menjadi atlet yang mengandalkan diri sendiri, tidak bergantung pada orang lain.
Akhirnya, saat naik ke SMP, saya memutuskan untuk fokus pada satu cabang olahraga saja, yaitu bulu tangkis. Sepak bola pun akhirnya saya tinggalkan.
Apakah di keluarga memang banyak yang menyukai bulu tangkis?
Hanya kakak saya saja, kalau ayah tidak memiliki background olahraga.
Apakah keluarga mendukung?
Sangat, sangat mendukung hingga saat ini. Saya sangat bersyukur memiliki keluarga yang sangat mendukung. Tanpa dukungan orang tua, saya rasa saya tidak akan berada di sini.
Bagaimana Anda memutuskan bulu tangkis menjadi jalan hidup Anda?
Saya tinggal di kampung hingga SMP, kemudian merantau ke Jakarta pada tahun 2017. Akhirnya, saya berhasil masuk ke Pelatnas PBSI pada tahun 2021.
Bagaimana Anda bisa masuk ke Pelatnas PBSI?
Saat itu, pada akhir tahun 2019, saya berhasil meraih juara Junior Badminton Asia. Saya terpilih untuk masuk tim Youth Olympic, tetapi semua anggota tim Youth Olympic sudah berada di Pelatnas PBSI, hanya saya yang belum. Akhirnya, saya dipanggil ke sini pada tahun 2021. Saya adalah satu-satunya yang direkrut pada tahun itu karena tidak ada promosi dan degradasi. Waktu itu, Youth Olympic seharusnya diadakan di Senegal, tetapi dibatalkan karena Covid-19.
Saya merasa senang sekaligus tegang. Namun, saya menyadari bahwa ini adalah gerbang awal bagi saya untuk menuju karier yang lebih jelas. Di sini pun saya harus beradaptasi dengan para senior, dengan pelatih, dan juga dengan kemampuan saya sendiri. Jadi, awal masuk Pelatnas PBSI pun tidak senyaman yang orang pikirkan, tetapi alhamdulillah saya bisa survive.
Pasti ada perbedaan level cara bermain. Di situ, saya mencoba beradaptasi lebih cepat, dan alhamdulillah saya cepat ketarik juga sama senior-senior.
Apa saja yang kamu alami selama di Pelatnas PBSI, tantangan latihan dan kehidupan sehari-hari?
Tantangannya sangat banyak. Ekspektasi dari diri saya sendiri, ekspektasi pelatih, juga target dari pelatih dan diri saya. Tekanan dari masyarakat, ya itu sudah menjadi tanggung jawab saya sebagai seorang atlet. Sejauh ini, saya selalu belajar untuk bisa menghadapi problem dan masalah seperti itu. Selama ini, saya pastinya harus dievaluasi juga performanya, harus mencari titik-titik yang benar dan salah.
Apa pelajaran yang Anda ambil di Pelatnas PBSI?
Paling utama mungkin adalah dedikasi. Kalau menurut saya, disiplin, tanggung jawab, itu sudah menjadi komitmen. Semuanya itu sudah menjadi ruang lingkup dan menjadi satu. Jadi, itu adalah komitmen diri sendiri saja, karena di mana pun kamu ditempatkan, kalau memang kamu seorang juara, ya kamu bisa. Itu yang menjadi pegangan saya. Jadi, saya berusaha semaksimal mungkin setiap harinya untuk menjadi atlet yang baik.
Anda tentu diproyeksikan untuk bisa berada di posisi Jonatan dan Ginting. Bagaimana cara Anda mengejar gap dengan para senior?
Pastinya saya termotivasi. Pasti sudah ada gambaran untuk menuju ke sana. Ya, pelan-pelan insya Allah, saya percaya Tuhan dan saya percaya kalau saya mampu. Jadi, ya secepatnya saya akan berusaha untuk bisa secepatnya ke level sana. Saya harap tidak terlalu lama sih. Jadi, saya akan berjuang.
Bagaimana pembinaan yang Anda dapatkan di Pelatnas PBSI?
Pastinya ditempa habis-habisan secara pelatihan, dituntut untuk lebih dewasa secara pemikiran. Itu yang paling ditekankan. Saya mungkin kurang lebihnya sama lah, cuma yang ditekankan secara berpikir.
Seperti apa Anda melihat masa depan tunggal putra Indonesia?
Semua negara sekarang sudah merata. Jadi, setiap pemain mempunyai peluang yang sama. Balik lagi, bukan soal satu negara bisa disamaratakan. Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk naik kualitas dan level. Saya dari tunggal putra, kalau bisa bersaing ya nanti saya akan ada di level sana. Siapa pun yang mampu bersaing layak berada di level atas, jadi bukan soal negaranya.
Di kepelatihan PBSI sekarang, ada kecenderungan mengirim pemain muda angkatan Alwi untuk regenerasi. Seperti apa tanggapan Anda?
Pasti, apalagi setelah Olimpiade ini. Saya juga senang dan ada tanggung jawab juga. Walaupun tekanannya banyak, tapi saya harus bisa mengatasi dengan cukup bijaksana.
Kamu punya pola latihan khusus dalam latihan?
Pasti ada, cuma saya tidak bisa bicara lebih jauh soal pola permainan. Saya perbaiki apa yang menjadi kekurangan saya. Misalnya, secara fisikal bisa dilihat, badan saya kurang tinggi, jadi saya harus menambahkan sedikit tentang massa otot sebagai penyeimbang. Saya juga punya gambaran untuk memperbaiki nutrisi.
Soal penampilan Anda yang mengebu di Indonesia Masters di Istora Senayan..
Saya terus belajar. Pengalaman di Istora itu membuat saya sadar bagaimana pentingnya bisa mengatasi situasi untuk bisa melewati poin-poin krusial. Mungkin yang saya rasakan itu sama seperti yang dirasakan Jonatan Christie waktu melawan Kenta Nishimoto. Ketika dia sudah unggul, dia malah cepat-cepat ingin mematikan bola, sehingga pola permainannya pun berubah.
Itu kurang lebih sama persis sama yang saya rasakan. Saya ingin cepat-cepat menyelesaikan. Apalagi itu debut saya main di Istora. Saya belum mengetahui angin di lapangan, rasanya kencang, jadi saya nafsu. Akhirnya, saya pun belajar memahami situasi itu.
Apa ada ketakutan sehingga bermain buru-buru?
Bukan ketakutan poinnya dikejar atau lainnya, memang ingin cepat menang saja. Jadi, rasa itu yang kurang bisa dikontrol.
Peluang kamu untuk tampil di Sudirman Cup 2025 seperti apa?
Saya ingin mempersiapkan diri saja setiap latihan, kalau saya diberikan kesempatan pasti saya mau.
Apa kunci permainan apik sehingga menang terus di Badminton Asia Mixed Team Championships 2025 sehingga Indonesia juara?
Sebenarnya tidak ada perasaan yang beda dengan kompetisi lainnya. Cuma di BAMTC saya lebih belajar mengatasi segala sesuatunya dengan kepala dingin, lebih tenang dan mencoba lebih menyadari apa yang saya butuhkan ketika di dalam lapangan. Jadi, waktu di BAMTC saya lebih bisa lebih banyak mengontrol diri saya. Jadi, alhamdulillah hasilnya pun bisa mengikuti. Karena persiapan dari diri saya sendiri bisa lebih baik, bisa lebih dewasa. Lebih tepatnya di BAMTC saya lebih dewasa. Saya dituntut untuk lebih dewasa sama pelatih.
Persiapannya bukan cuma fisik saja ya?
Iya, karena turnamen beregu. Ya fisik oke, tapi mental juga berbicara. Jadi ya non-teknisnya banyak.
Apa yang kamu rasakan di BAMTC tanpa senior di tunggal putra?
Justru semakin jelas karena tidak ada sosok senior mau tidak mau harus siap dan harus menerima tantangan itu dengan cukup bijaksana. Jadi jelas sekali saya berangkat dengan Saut (Yohanes Saut Marcellyno) yang mana ranking kami di antara sektor lain paling tidak diunggulkan. Tapi alhamdulillah kami bisa menunjukkan sebagai tim Indonesia.
Apa perubahan signifikan terhadap performa yang dirasakan setelah dari BAMTC?
Lebih di bagian nonteknis saja. Saya belajar dari Indonesia Masters dan Thailand Masters. Pekerjaan rumah saya kurang lebih adalah kontrol nafsu. Jadi, saya lebih bijaksana, lebih dewasa, lebih bisa memahami situasi dan kondisi. Saya bisa menyelesaikan semua masalah yang ada di lapangan. Itu saya senang dengan progres diri saya waktu di BMTC itu seperti itu. Dan itu yang bakal saya pertahankan dan bakal saya terus benahi juga. Semoga itu langkah yang baik buat karier saya ke depannya.
Juara BAMTC 2025 jadi sejarah baru bagi Indonesia, seperti apa atmosfer bermain di sana?
Karena kami main di Cina, di final kebetulan bertemu tuan rumah. Satu GOR mendukung mereka. Tapi saya fokus pada apa yang ada di depan saya saja, fokus apa yang terjadi di lapangan saja. Saya tidak terlalu memikirkan yang di luar, tanggapan orang dan masyarakat, saya fokus dulu di lapangan. Syukurnya hasilnya mengikuti dan sesuai.
Setelah itu kamu bermain di German Open dan Orleans Masters?
Saya senang bisa dapat pengalaman menghadapi Viktor Axelsen, juara Olimpiade dua kali. Saya menikmati, karena sedang butuh banyak belajar. Ke depan, saya akan lebih siap untuk bisa bersaing di level atas.
Apakah ada perbedaan pola permainan yang Anda terapkan di German Open dan Orleans Masters?
Saya rasa setiap kita main, sama-sama mempunyai peluang menang. Sekarang, di level atas itu semuanya sudah merata lah. Tapi ya saya masih ada pekerjaan rumah sedikit, ketika saya sudah unggul 16-14 di set ketiga, saya tidak bisa berubah dan tidak bisa menerapkan pola yang sama seperti sebelumnya. Masih belum bisa jaga full maksimal. Persiapannya dari pertandingan ke pertandingan juga mepet. Jadi memang saya harus lebih kuat secara pikiran untuk evaluasikan.
Selain bermain bulu tangkis, apa aktivitas kamu sehari-hari?
Kuliah. Saya ambil jurusan S1 Manajemen di STIE Jakarta. Kalau ada waktu, untuk telepon keluarga, mengobrol sama teman, nonton film, beribadah. Nonton bola. Klub kesukaan saya Manchester United, pemain favorit saat ini Bruno Fernandes.
Kalau pemain favorit di bulu tangkis?
Dalam negeri Taufik Hidayat, Jonatan Christie, dan Anthony Sinisuka Ginting. Mereka punya gaya bermain dan kelebihan masing-masing. Kalau luar negeri Lee Chong Wei.
Pilihan Editor: BWF Setujui Usulan Perlindungan Peringkat untuk Anthony Sinisuka Ginting yang Cedera Panjang