RAGAMUTAMA.COM – Dalam upaya meredam lonjakan harga pangan, pemerintah Jepang mengambil langkah langka dengan melelang persediaan darurat berasnya. Keputusan ini diharapkan dapat menstabilkan pasar dan mengurangi tekanan pada konsumen yang menghadapi harga beras tertinggi dalam sejarah.
Kementerian Pertanian Jepang mengumumkan bahwa mereka akan melelang 150.000 ton beras dari stok nasional, dengan hasil lelang dijadwalkan diumumkan pada 13 Maret. Beras yang terjual akan mulai beredar di pasar pada akhir bulan yang sama. Jika diperlukan, pemerintah juga siap menambah 60.000 ton tambahan untuk dilelang guna mengatasi gejolak harga.
Menteri Pertanian Jepang, Taku Eto, dalam pernyataannya kepada parlemen pada 10 Maret menegaskan pentingnya langkah ini. “Harga beras saat ini sangat tinggi. Dengan merapikan kembali rantai distribusi, kami berharap dapat mengurangi kesulitan yang dihadapi konsumen,” ujarnya.
Harga Beras di Jepang Pecahkan Rekor
Data dari Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang menunjukkan bahwa harga beras Koshihikari di Tokyo mencapai 4.363 yen ($29,64) per 5 kg pada Februari, angka tertinggi yang pernah tercatat. Kenaikan harga ini telah berlangsung selama 10 bulan berturut-turut sejak Mei 2024, menurut laporan Japan Times.
Para analis menyoroti beberapa faktor utama yang berkontribusi pada lonjakan harga beras ini:
- Booming Pariwisata – Peningkatan jumlah wisatawan yang tinggi menyebabkan lonjakan permintaan terhadap bahan makanan, termasuk beras.
- Penurunan Produksi Akibat Gelombang Panas – Cuaca ekstrem dalam beberapa tahun terakhir telah menghambat hasil panen, mengurangi pasokan di pasar domestik.
- Pembelian Panik & Penimbunan – Peringatan gempa besar pada Agustus 2024 memicu kepanikan di kalangan masyarakat, mendorong lonjakan permintaan dan penimbunan oleh beberapa bisnis yang menunggu momen harga terbaik untuk menjual.
Jepang dikenal memiliki stok cadangan beras sekitar satu juta ton untuk keadaan darurat, yang biasanya hanya dibuka dalam situasi bencana.
Namun, ini adalah pertama kalinya sejak 1995 pemerintah membuka gudangnya akibat tekanan rantai pasokan, bukan karena bencana alam.
Langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah serius dalam mengendalikan harga pangan dan memastikan masyarakat tetap memiliki akses terhadap bahan pokok dengan harga yang wajar. Dengan kebijakan ini, diharapkan inflasi harga beras dapat mereda dalam beberapa bulan ke depan.
Namun, pertanyaannya kini adalah: apakah langkah ini cukup untuk menekan harga dalam jangka panjang, atau hanya menjadi solusi sementara sebelum masalah baru muncul? Pasar akan mengawasi dengan cermat bagaimana kebijakan ini berdampak pada stabilitas harga pangan di Jepang.