Beberapa Rektor Bersuara Soal Pemberian Izin Tambang untuk Kampus

Avatar photo

- Penulis

Jumat, 31 Januari 2025 - 21:37 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

TEMPO.CO, Jakarta – Sejumlah rektor turut menanggapi wacana pemberian wilayah izin usaha pertambangan disingkat izin tambang untuk perguruan tinggi. Rencana kebijakan ini tertuang dalam Rancangan Undang-undang Mineral dan Batu Bara atau RUU Minerba yang disepakati Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat atau Baleg DPR sebagai usulan inisatif.

Belakangan usulan ini menuai polemik lantaran sejumlah pihak menilai kebijakan tersebut lebih banyak mudaratnya ketimbang dampak positif. Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) akan melemahkan independensi perguruan tinggi. Sementara Serikat Pekerja Kampus (SPK) berpendapat kebijakan bisa berujung konflik kepentingan.

Adapun menurut Ketua Baleg DPR, Bob Hasan, alasan pemerintah berencana memberikan WIUP untuk perguruan tinggi lantaran ingin memberikan peluang agar bisa ikut mengelola sumber daya alam, khususnya Minerba. Menurutnya, pemberian izin kepada kampus-kampus dalam negeri semata-mata untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

“Pemerintah ingin memberikan peluang kepada perguruan tinggi dalam rangka meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan,” katanya seusai rapat Pleno di Gedung Parlemen, Jakarta, pada Senin, 20 Januari 2025.

Lantas apa kata para rektor ihwal pemberian izin usaha tambang untuk perguruan tinggi ini?

1. Rektor UIN Jakarta Asep Saepudin Jahar

Menurut Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Asep Saepudin Jahar, rencana memberi konsesi tambang untuk perguruan tinggi merupakan peluang untuk mendukung pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan sumber daya manusia yang berkualitas di bidang pertambangan.

“UIN Jakarta mendukung segala kebijakan yang sejalan dengan prinsip keberlanjutan, kesejahteraan masyarakat, dan pengelolaan sumber daya yang bijaksana,” kata dia saat dihubungi Tempo pada Selasa, 28 Januari 2025.

Menurut dia, pemberian WIUP kepada kampus memiliki beberapa dampak positif. Pertama, kampus dapat berperan sebagai pusat penelitian dan inovasi di bidang pertambangan. Kedua, terbukanya peluang kolaborasi dengan perusahaan pertambangan melalui program magang, penelitian, dan pengabdian masyarakat.

Lalu ketiga, dengan konsesi tambang, ia menilai dapat meningkatkan kompetensi mahasiswa, mereka dapat belajar langsung di lapangan untuk mengasah kemampuan praktik. Keempat, kampus memperoleh pendapatan tambahan untuk mendukung pengembangan fasilitas akademik dan penelitian.

Di sisi lain, Asep mengatakan pemberian WIUP juga berdampak negatif kepada kampus. Di antaranya, jika tidak dikelola dengan baik dan bertanggung jawab, aktivitas tambang dapat memicu kerusakan lingkungan. Selain itu, ia menilai proyek pertambangan berpotensi menimbulkan konflik dengan masyarakat sekitar jika tidak didukung oleh komunikasi dan pendekatan yang baik.

“Juga, ada risiko terganggunya keseimbangan antara nilai akademik dan komersial, di mana kampus terlalu berorientasi pada keuntungan finansial sehingga mengabaikan prinsip pendidikan dan keberlanjutan,” katanya.

2. Rektor UPNVJ Anter Venus

Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) Anter Venus setuju dengan pembukaan akses pendanaan baru bagi kampus lewat pemberian izin usaha pertambangan. Namun, kata dia, bukan terlibat secara langsung tetapi berupa kemitraan seperti pemegang saham. Dengan demikian kampus tetap bisa menjalankan fungsi pengawalan.

“Dalam hal kemitraan, kata Venus, perguruan tinggi bisa menjadi pemilik saham tambang yang dikelola pemda. Kampus bisa mengawal bagaimana pengelolaan tambang yang lebih berkelanjutan,” kata Venus saat dihubungi pada Senin, 27 Januari 2025.

Alumni Universitas Padjadjaran ini mengaku lebih banyak tidak setuju dengan pemberian WIUP kepada perguruan tinggi sebagai upaya pengurangan biaya kuliah. Sebab, menurut dia, mengelola tambang berbeda dari bidang usaha lainnya yang dikelola oleh kampus. Bidang usaha yang dimaksud seperti rumah sakit, supermarket, hingga penerbitan.

“Meski beberapa perguruan tinggi memiliki program studi pertambangan, pengelolaan tambang masih melampaui kemampuan kampus. Bisnis tambang ini agaknya punya kompleksitas tersendiri dan kadar risiko besar,” ucapnya.

Baca Juga :  Kasus Pagar Laut, Anak Perusahaan Aguan Mangkir Mangkir dari Pemeriksaan KKP

Di sisi lain, kata Venus, UPNVJ belum menentukan sikap tentang wacana kampus mengelola tambang. Wacana tersebut belum menjadi agenda pembahasan di kampusnya. “Belum bisa bersikap. Masih perlu ketemu dulu mengumpulkan data dan sebagainya. Ini belum jadi agenda pembahasan di kampus,” katanya.

3. Rektor Unand Efa Yonnedi

Terkait wacana pemberian WIUP untuk kampus, Rekror Universitas Andalas (Unand) Efa Yonnedi mengatakan lembaganya masih mengkaji secara komprehensif. Kampus di Sumatra Barat tersebut belum menentukan kemungkinan terlibat atau tidak dalam mengelola tambang.

“Jika nantinya universitas diberikan kesempatan mengelola tambang tentu Unand akan menilai dulu track record yang kami miliki,” kata Efa Yonnedi di Padang, Sabtu, 25 Januari 2025.

Sebab, kata Rektor Unand, untuk mengelola sebuah konsesi pertambangan butuh kesiapan dan kecakapan dari segala aspek. Apalagi, selama ini perguruan tinggi, termasuk Unand hanya fokus kepada ranah pendidikan dan riset nasional atau sama sekali tidak pernah terlibat dalam pengelolaan tambang.

“Tentu kami harus memahami seluruh aspek mulai dari pengelolaan lingkungan, sumber daya manusia dan lain sebagainya,” ujar eks Konsultan Bank Dunia tersebut.

Rektor sekaligus ekonom Unand itu mengatakan apabila Unand masuk ke dalam pengelolaan tambang maka kemungkinan akan lebih mengarah kepada penyediaan tenaga riset, konsultan, dan kepakaran atau keilmuan yang dimiliki dosen.

“Jadi, tidak boleh ada konflik kepentingan ketika kampus mengelola tambang dan memastikan perguruan tinggi tetap pada jalur utama yakni pendidikan,” tambah rektor.

4. Rektor Unair Mohammad Nasih

Rektor Universitas Airlangga (Unair) Mohammad Nasih mengaku pernah mengusulkan kampus bisa mengelola pertambangan. Menurutnya, wacana perguruan tinggi bisa mengelola tambang sudah bergulir sejak sebelum RUU Minerba itu disahkan sebagai usulan inisiatif DPR. Bahkan, kata dia, usulan ada sebelum Presiden Prabowo Subianto dilantik.

“Saya juga pernah melontarkan bahwa perguruan tinggi mestinya dapat diberi kesempatan (mengelola tambang). Kami juga menyampaikan bahwa Unair salah satu kampus yang diusulkan mendapatkan tambang itu,” kata Nasih kepada awak media, Jumat, 24 Januari 2025.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unair itu menilai bahwa rencana kebijakan kampus yang bisa mengelola tambang ini baik, karena bisa membantu perguruan tinggi. Namun, dia mengaku bahwa pertambangan membutuhkan pengorbanan yang banyak, termasuk investasinya.

“Persoalannya, mampukah perguruan tinggi mengambil investasi itu?” katanya.

Nasih menyatakan ada jalan pintas yang bisa ditempuh agar bisa berinvestasi pada bisnis pertambangan. Contohnya sistem maklon, yakni perguruan tinggi bisa menyerahkan pada perusahaan tertentu yang biasa mengelola tambang. Ia menyadari bisnis pertambangan tidak akan menguntungkan dalam waktu singkat, minimal tiga hingga empat tahun.

“Itu pun kalau kondisi depositnya atau kandungan tambangnya masih normal dan bukan tambang bekas,” kata dia.

Catatan lain dari Nasih adalah urusan konservasi lingkungan, manfaat jangka panjang dan pengelolaan bisnisnya. Terlebih, lokasi pertambangan biasanya di daerah terpencil yang jangkauannya sangat sulit. Hal ini membutuhkan modal yang sangat banyak. Meski begitu, Nasih percaya diri bahwa Unair mampu mengelola bisnis tambang tersebut.

“Kalau bagi Unair sih sebenarnya gampang saja, tapi lagi-lagi persoalannya tentu dengan investasi. Kalau hitung-hitungannya cocok, tentu perguruan tinggi akan senang menerimanya ,” kata Nasih.

5. Wakil Rektor Unpad Rizky Abdulah

Wakil Rektor Bidang Riset, Kerja Sama dan Pemasaran Universitas Padjadjaran atau Unpad Rizky Abdulah menilai rencana pemerintah untuk memberikan izin pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi dapat dimengerti. Sebab beberapa perguruan tinggi memang memiliki bidang ilmu spesifik di bidang pertambangan.

Baca Juga :  Pasar Sekunder: Pengertian, Pelaku Pasar, dan Jenis Perdagangannya

Menurut Rizky, kampusnya juga menawarkan program studi yang relevan dengan pertambangan seperti teknik geologi untuk mendukung rencana pemerintah tersebut. Ia mengatakan industri juga kerap mengajak Universitas Padjadjaran bekerja sama dalam meneliti dan mengembangkan urusan pertambangan.

“Pakar dan peneliti Unpad di bidang ini sangat berpengalaman dalam hal studi mineral,” kata Rizky kepada Tempo, Jumat, 24 Januari 2025.

Meski begitu, kata dia, Unpad belum memutuskan untuk terlibat dengan rencana pengelolaan izin tambang untuk perguruan tinggi tersebut. Unpad akan mengikuti keputusan pemerintah karena ia yakin pemberian izin pengelolaan tambang tersebut dilandasi pemikiran yang matang. Namun, kata Rizky, sikap tersebut tidak berarti Unpad akan serta merta mengelola tambang.

“Unpad masih harus melihat dan mempertimbangkan dulu berbagai aspek, manfaat dan mudaratnya,” kata dia.

6. Rektor UII Fathul Wahid

Berbeda dengan sejumlah rektor lain yang masih abu-abu. Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid tegas menolak wacana pemberian izin usaha mengelola lahan tambang untuk perguruan tinggi. Ada banyak alasan, salah satunya tentang integritas akademik kampus akan terpengaruh, terutama menyangkut ihwal lingkungan.

“Industri ekstraktif telah terbukti mengakibatkan kerusakan lingkungan. Jika kampus terlibat dalam sektor ini, integritas akademiknya akan menjadi taruhan,” kata Fathul Wahid kepada Tempo, Kamis, 23 Januari 2025.

Alasan lain, kata dia, jika izin tambang dianggap sebagai hadiah dari pemerintah, sangat mungkin perguruan tinggi yang menjadi rumah intelektual akan kian parau suaranya ketika terjadi ketidakadilan atau penyalahgunaan kekuasaan. Selain itu, perguruan tinggi juga dapat terlenakan dari misi utamanya sebagai lembaga pendidikan.

“Orang Jawa menyebutnya sebagai ‘milik nggendong lali’. Keinginan untuk menggapai sesuatu yang lain dapat melupakan dari misi awalnya,” katanya.

Rektor UII itu juga menolak wacana izin tambang untuk perguruan tinggi karena berkaitan dengan logika kampus dan logika bisnis yang berseberangan. Menurutnya, logika kampus yang sejatinya dijalankan dengan prinsip nirlaba, berpotensi dirusak dengan logika bisnis. Hal inilah yang akan mempengaruhi integritas akademik suatu perguruan tinggi nantinya.

“Sebab, logika bisnis tidak jarang mengejar keuntungan sebesar-besarnya dengan godaan pengabaian etika, termasuk tidak mempertimbangkan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan,” katanya.

Penolakan terhadap wacana pemberian izin tambang kepada perguruan tinggi sebelumnya juga telah diungkapkan Fathul saat temui Tempo di Resto Sabin Seken Living, Ngaglik, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa, 21 Januari 2025. Menurut dia, usulan yang masuk dalam RUU Minerba itu bukan berada di ranah universitas.

Fathul khawatir saat kampus masuk ke ranah bisnis pertambangan membuat mereka tidak sensitif lagi terhadap pengembangan akademik. Sebab, orientasi mereka berpotensi lebih condong mengembangkan bisnis tersebut. Kampus dikhawatirkan kalap untuk meraup keuntungan tinggi dan justru mengabaikan lingkungan, serta warga yang tinggal di daerah tambang.

“Uang itu kadangkala menghipnotis dan kalau itu terjadi, berbahaya,” kata Fathul. “Ada baiknya kampus tetap fokus pada misi utama, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.”

Hanaa Septiana, M. Rizki Yusrial, Anwar Siswadi, Nabiila Azzahra, Rachel Farahdiba Regar, M. Syaifullah, dan Dede Leni Mardianti turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: 10 Fakta Polemik Izin Tambang untuk Perguruan Tinggi

Berita Terkait

Harga Minyak Bersiap Mencatat Penurunan Mingguan, Imbas Ancaman Tarif Trump
Devisa Hasil Ekspor SDA 100 Persen Wajib Parkir di RI, Ini Usulan MPR
Muslim Terbesar, Indef Minta Potensi Pasar Keuangan Syariah Digali
Pasar Sekunder: Pengertian, Pelaku Pasar, dan Jenis Perdagangannya
Wall Street Naik Terdorong Kenaikan Saham Apple, Data Inflasi Sesuai Ekspektasi
Aset Kripto dan Saham AS Bertahan dari Tekanan Usai Fed Tahan Suku Bunga
Transaksi Kripto Indonesia Capai Rp 650,61 Triliun di 2024, Cek Faktor Pendorongnya
Cermati Prospek Kinerja dan Rekomendasi Saham EBT di tengah Beragam Sentimen

Berita Terkait

Sabtu, 1 Februari 2025 - 00:11 WIB

Harga Minyak Bersiap Mencatat Penurunan Mingguan, Imbas Ancaman Tarif Trump

Sabtu, 1 Februari 2025 - 00:11 WIB

Devisa Hasil Ekspor SDA 100 Persen Wajib Parkir di RI, Ini Usulan MPR

Jumat, 31 Januari 2025 - 23:06 WIB

Muslim Terbesar, Indef Minta Potensi Pasar Keuangan Syariah Digali

Jumat, 31 Januari 2025 - 22:37 WIB

Pasar Sekunder: Pengertian, Pelaku Pasar, dan Jenis Perdagangannya

Jumat, 31 Januari 2025 - 22:37 WIB

Wall Street Naik Terdorong Kenaikan Saham Apple, Data Inflasi Sesuai Ekspektasi

Berita Terbaru

entertainment

Yura Yunita Ajak Fansnya Berbahagia di Konser Bingah

Sabtu, 1 Feb 2025 - 00:46 WIB