KOMPAS.com – Ada beberapa alasan pendakian Carstensz Pyramid atau Puncak Jaya, Pegunungan Jayawijaya, Papua tak boleh dilakukan secara sembarangan.
Cartenz Pyramid diketahui merupakan pegunungan kars yang unik di dunia.
Lokasi puncak pegunungan yang berada di 4.884 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu termasuk satu dari lima tempat di khatulistiwa yang diselimuti salju.
Baca juga: Marak Pendaki Ilegal di Carstensz Pyramid Papua, Ini Kata Pemandu
Carstensz Pyramid juga termasuk ke dalam tujuh puncak tertinggi di dunia sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi para pecinta alam atau orang-orang yang gemar melakukan pendakian.
Tetapi, siapa pun kiranya perlu memahami bahwa untuk bisa mencapai puncak Carstensz Pyramid bisa saja tak semudah yang dibayangkan.
Pada 2016 silam, pemilik sekaligus pemandu pendakian dari Patagonia Adventure Travel, Fandhi Achmad, pernah menyebut bahwa tak sembarang pendaki apalagi pendaki pemula untuk bisa menjejakkan kaki di Puncak Carstensz.
Menurut dia, beberapa orang bahkan bersaksi proses pendakian menuju puncak Carstensz Pyramid lebih susah dibandingkan di Everest,
“Gunung ini bukan untuk pemula. Ini gunung yang butuh kemampuan teknik mendaki gunung. Beberapa kali ketemu pendaki seven summits dunia. Mereka bilang Gunung Carstensz lebih susah daripada Everest. Karena dari tujuh puncak dunia, cuma Carstensz yang perlu kemampuan teknik memanjat saat mau mencapai puncak,” katanya, dikutip dari Kompas.com.
Pria yang akrab disapa Agi itu menjelaskan, pendaki akan mulai memanjat tebing dari mulai titik Lembah Kuning menuju Puncak Carstensz.
Ia menegaskan, rute pendakian Carstensz juga terbilang berat bagi pendaki pemula.
“Apalagi kalau tracking lewat Jalur Sugapa, rutenya berat. Kemudian curah hujannya yang membuat berat karena hampir setiap hari hujan,” jelas Agi yang telah berhasil mencapai puncak Carstensz beberapa kali.
Baca juga: Ini Waktu yang Aman untuk Mendaki Gunung Carstensz
Beratnya medan pendakian akan dirasakan pendaki selama hampir di selama perjalanan.
Agi menceritakan, dalam keadaan hujan, mental pendaki akan diuji. Belum lagi ditambah dengan menyusuri sungai di beberapa hari pertama.
Menurutnya, curah hujan pada bulan Desember-Januari biasanya lebih tinggi dibandingkan September-November.
“Kalau hujan hampir pasti sih di Carstensz, langit clear jarang-jarang. Kalau ada juga biasanya di bawah jam 11 siang, sehabis itu berkabut lagi,” tambahnya saat itu.
“Sampai hari ke empat pendakian, kita akan ketemu sungai. Kita menyeberang sungai-sungai. Jalan di akar-akar pohon yang licin,” sebutnya.
Pendaki gunung dari Adventure & Rescue Team, Surveyor Indonesia, Leny Surya Martina pada 2016 lalu juga mengakui kesulitan saat mendaki Carstensz.
“Pendaki banyak menyeberang sungai dari pohon. Pendaki kadang melewati longsoran tanah baru longsor. Itu yang berat bagi mental. Itu takutnya longsor lagi,” cerita Leny kala itu.
Selain itu, Leny mengungkap, upaya menyeberangi sungai tanpa menggunakan tali adalah hal yang sangat menguras mental. Tak hanya itu, berpijak pada tanah-tanah yang longsor itu terbilang mengerikan.
“Dari Lembah Danau-Danau, kita harus ascending (menaiki) dan descending (menuruni) tebing di New Zealand Pass. Itu memanjat 80 derajat tegak lurus,” jelasnya soal pencakian ke puncak Carstensz.
(Sumber: KOMPAS.com/Wahyu Adityo Prodjo)