Benua Australia Bergerak Makin Dekat ke Asia, Apa Dampaknya bagi Bumi?

- Penulis

Sabtu, 1 Maret 2025 - 09:55 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

KOMPAS.com – Benua Australia terus bergerak ke utara dengan kecepatan sekitar 2,8 inci atau 7 sentimeter (cm) per tahun.

Kecepatan ini kira-kira sama dengan kecepatan pertumbuhan kuku manusia, dikutip dari 

Business Today, Kamis (27/2/2025).

Para ilmuwan memperingatkan, pergerakan ini didorong oleh lempeng tektonik, yang pada akhirnya dapat menyebabkan Australia bertabrakan dengan Benua Asia.

Lantas, apa dampak pergeseran Benua Australia ke utara itu?

Baca juga: Australia Disebut Benua yang Bergerak Paling Cepat dan Makin Mendekati Asia, Benarkah?

Dampak pergeseran Benua Australia menuju Asia

Pergeseran Benua Australia ke utara mungkin terasa kecil dalam waktu singkat.

Akan tetapi, jika pergeseran ini terjadi dalam waktu jutaan tahun, maka fenomena itu dapat membentuk kembali lanskap, mengubah iklim, dan mengganggu ekosistem.

“Suka atau tidak suka, Benua Australia akan bertabrakan dengan Asia,” kata Profesor Zheng-Xiang Li dari Curtin University yang telah mempelajari fenomena ini.

Dia menjelaskan, pergerakan ini mengikuti siklus alami di mana benua-benua terpisah dan kemudian menyatu lagi, sebuah proses yang telah berulang kali terjadi dalam sejarah Bumi.

Pergerakan Australia ke utara dimulai sekitar 80 juta tahun yang lalu, ketika Australia memisahkan diri dari Antarktika.

Selama 50 juta tahun terakhir, lempeng ini terus bergerak ke arah Asia sebagai bagian dari Lempeng Indo-Australia yang lebih besar.

Baca Juga :  Wilayah Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 13-14 Februari 2025

Para ilmuwan memperkirakan, ketika tabrakan yang tak terelakkan itu terjadi, hal ini akan memicu transformasi geologi dan lingkungan yang besar.

Selain pergeseran geologis, dampaknya terhadap keanekaragaman hayati bisa sangat besar.

Pasalnya, Australia adalah rumah bagi spesies unik seperti kanguru, wombat, dan platipus, yaitu hewan yang berevolusi secara terisolasi.

Namun, seiring dengan semakin dekatnya Benua Australia ke Asia, pada akhirnya benua ini dapat menyatu dengan ekosistem yang mendukung spesies yang sama sekali berbeda.

Pada akhirnya, hal ini menimbulkan konsekuensi ekologis yang tidak dapat diprediksi.

Baca juga: Gelombang Panas Ekstrem Landa Australia, Apa Dampaknya Bagi Indonesia?

Gangguan yang terjadi sekarang

Pergeseran Benua Australia ke Asia tidak hanya menjadi perhatian di masa depan, tetapi juga sudah menyebabkan masalah di masa sekarang ini.

Pada 2016 para peneliti menemukan, pergerakan Australia telah menggeser koordinat GPS-nya sejauh 1,5 meter, sehingga memaksa negara tersebut untuk memperbarui sistem penentuan posisi resminya sejauh 1,8 meter untuk menjaga keakuratannya.

Seiring dengan pergeseran benua ini, sistem navigasi, infrastruktur, dan pemetaan satelit akan membutuhkan pembaruan rutin untuk mencegah kesalahan.

Pergeseran ini dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi industri yang mengandalkan data lokasi yang akurat, termasuk kendaraan otonom, pertanian presisi, dan penerbangan.

Baca Juga :  Prakiraan Cuaca Jabodetabek Sabtu, 15 Februari 2025: Hujan Sedang Berpotensi di Sejumlah Wilayah

Baca juga: Menteri Transportasi Australia Mundur Usai Gunakan Sopir Kantor untuk Kepentingan Pribadi

Australia bergerak mendekati Indonesia

Peneliti Geologi dan Kebencanaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Danny Hilman Natawidjaja mengatakan, Australia bergerak mendekati Asia atau lebih spesifiknya ke Indonesia dengan kecepatan sekitar 7 cm per tahun.

Pergerakan ini terjadi sejak lama dan disebabkan oleh lempeng yang saling bertumbukan.

Dua lempeng yang bertemu di wilayah Indonesia bagian tengah dan barat mengakibatkan salah satunya menghunjam ke bawah lempeng lainnya.

“Karena lempengnya itu (Australia) bagian kerak samudranya ditunjamkan di zona subduksi yang menjadi gempa megathrust yang ada di bawah Pulau Jawa,” ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (26/2/2025).

Sementara, di bagian Indonesia timur, lempeng tidak menghunjam ke bawah melainkan bertabrakan. Peristiwa ini juga terjadi sejak lama dan akan terus berlangsung seperti itu.

Daerah timur Indonesia, pada dasarnya adalah pecahan Australia.

“Di timur itu sebetulnya berasal dari Australia dulunya. Jadi (dulu) sudah ditabrakkan terus loncat istilahnya ke pulau timur yang ada di Kepulauan Indonesia. Lama-lama semuanya ditabrakkan dan jadi satu Australia sama Indonesia,” pungkasnya.

Berita Terkait

BMKG Prediksi Awal Puasa Ramadan 2025 Hujan Sangat Lebat di 10 Wilayah hingga 6 Maret
BMKG Ungkap Wilayah Berpotensi Hujan Lebat pada 28 Februari-1 Maret
WHO: Cuaca Ekstrem Terkait Iklim Melonjak 400% selama 5 Dekade Terakhir
Gletser-gletser di dunia mencair lebih cepat akibat perubahan iklim
BMKG Rilis Potensi Cuaca Ekstrem, 28 Wilayah Waspada Hujan Sedang-Lebat Kamis 20 Februari
Prakiraan Cuaca Hari Ini 19 Februari 2025: Bandung dan Sekitarnya Berawan
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Cuaca Ekstrem, 34 Provinsi Berpotensi Hujan Lebat Hari Ini
Prakiraan Cuaca Hari Ini 15 Februari 2025: Hujan Ringan di Jakarta Utara

Berita Terkait

Sabtu, 1 Maret 2025 - 09:55 WIB

Benua Australia Bergerak Makin Dekat ke Asia, Apa Dampaknya bagi Bumi?

Jumat, 28 Februari 2025 - 08:55 WIB

BMKG Prediksi Awal Puasa Ramadan 2025 Hujan Sangat Lebat di 10 Wilayah hingga 6 Maret

Jumat, 28 Februari 2025 - 07:44 WIB

BMKG Ungkap Wilayah Berpotensi Hujan Lebat pada 28 Februari-1 Maret

Kamis, 27 Februari 2025 - 15:25 WIB

WHO: Cuaca Ekstrem Terkait Iklim Melonjak 400% selama 5 Dekade Terakhir

Senin, 24 Februari 2025 - 09:27 WIB

Gletser-gletser di dunia mencair lebih cepat akibat perubahan iklim

Berita Terbaru