RAGAMUTAMA.COM – Legenda sepak bola Indonesia Bejo Sugiantoro meninggal dunia setelah tak sadarkan diri saat bermain sepak bola di Lapangan SIER, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (25/2/2025).
“Insiden ini terjadi sekitar pukul 16.50 WIB. Melihat kondisi tersebut, rekan-rekan almarhum dan tim SIER segera memberikan pertolongan pertama dan membawa beliau ke RS Royal Surabaya untuk mendapatkan penanganan medis lebih lanjut,” ucap Corporate Secretary PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) Jefri Ikhwan, seperti ditulis Antara.
Namun, meski telah mendapatkan upaya medis maksimal dari pihak rumah sakit, Bejo yang kini menjadi pelatih Deltras FC Sidoarjo itu dinyatakan meninggal dunia.
Olahraga dan risiko kematian mendadak
Kematian mendadak saat olahraga seringkali mengejutkan karena menimpa individu yang tampak sehat dan bugar.
Kasus kematian mendadak (Sudden Cardiac Death/SCD) saat olahraga seperti yang dialami Bejo sering mengejutkan karena menimpa individu yang tampak sehat dan bugar. Beberapa kasus lain misalnya menimpa Christian Eriksen di ajang UEFA Euro 2020.
Pada 12 Juni 2021, Eriksen pingsan di lapangan setelah mengalami serangan jantung ; ia diberikan resusitasi kardiopulmoner dan kemudian dipasangi implan kardioverter-defibrilator dan selamat.
Kasus lainnya menimpa Zhang Zi Jie, atlet bulutangkis asal China, yang meninggal saat bertanding di Yogyakarta baru-baru ini.
Berdasarkan penelitian Meagan M. Wasfy, M.D dan kawan-kawan dari Massachusetts General Hospital, Boston, Massachusetts,Amerika Serikat (AS), kejadian SCD pada atlet berkisar antara 1 dalam 40.000 hingga 1 dalam 80.000 atlet per tahun.
Namun, menurut Florian Egger dalam Jurnal germanjournalsportsmedicine.com, angka ini bisa meningkat hingga 19 per 100.000 atlet per tahun pada pemain basket profesional pria, menjadikan olahraga dengan intensitas tinggi sebagai faktor risiko tambahan.
Bagaimana olahraga memengaruhi jantung
Olahraga memiliki manfaat besar bagi jantung, seperti:
-Menurunkan tekanan darah dan kolesterol jahat (low density lipoprotein/LDL).
-Meningkatkan kolesterol baik (high density lipoprotein/HDL) dan sensitivitas insulin.
-Membantu mengontrol berat badan dan risiko diabetes tipe 2.
Namun, pada individu dengan kondisi jantung tersembunyi, olahraga bisa memicu aritmia fatal dan serangan jantung. Saat olahraga intens:
-Tubuh melepaskan adrenalin, yang dapat mempercepat detak jantung dan meningkatkan tekanan darah.
-Hormon endorfin menutupi rasa sakit, membuat seseorang tidak sadar telah melampaui batas tubuhnya.
-Peningkatan beban kerja jantung dapat memicu plak arteri koroner pecah, yang menyebabkan serangan jantung.
Menurut Wasfy, pada atlet yang mengalami SCD, 30 persen menunjukkan tanda-tanda peringatan sebelumnya, seperti:
-Nyeri dada saat olahraga.
-Sesak napas yang tidak biasa.
-Palpitasi (jantung berdebar tidak teratur).
-Pingsan atau hampir pingsan (pre-syncope).
Namun, karena atlet terbiasa dengan kelelahan fisik, gejala ini sering kali diabaikan.
Penyebab kematian mendadak saat berolahraga
Penyebab utama SCD berbeda berdasarkan kelompok usia:
Atlet muda (35 tahun)
Pada kelompok ini, penyebab utama adalah penyakit jantung koroner (Coronary Artery Disease/CAD).
Wasfy mencatat, 21 per 1 juta atlet dewasa per tahun mengalami SCD akibat CAD.
Menurut Egger lebih dari 50 persen kasus SCD pada atlet di atas 35 tahun disebabkan oleh CAD, yang diperburuk oleh:
-Merokok dan pola makan tinggi lemak.
-Tekanan darah tinggi akibat olahraga intens.
-Peradangan yang tidak terkontrol (misalnya, sakit flu atau infeksi gigi).
Faktor lain yang berkontribusi pada SCD
Selain penyakit jantung, faktor lain yang meningkatkan risiko SCD meliputi:
-Dehidrasi, yang menurunkan volume darah dan meningkatkan beban kerja jantung.
-Ketidakseimbangan elektrolit, terutama kalium dan magnesium, yang bisa memicu aritmia.
-Penggunaan doping dan suplemen yang tidak terkontrol, yang meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung secara ekstrem.
Bagaimana mencegah kematian mendadak saat olahraga?
Dilansir dari situs Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), pencegahan SCD dalam olahraga dapat dilakukan melalui skrining medis yang tepat, persiapan medis di lapangan, dan edukasi tentang resusitasi jantung paru (RJP).
1. Lakukan Pemeriksaan Kesehatan Rutin
-Elektrokardiogram (EKG): Mendeteksi kelainan ritme jantung.
-Ekokardiogram: Melihat ketebalan dinding jantung dan kelainan struktural.
-Tes stres jantung (Treadmill Stress Test): Mengidentifikasi risiko serangan jantung selama aktivitas fisik.
Menurut Egger, EKG adalah alat skrining paling efektif, dengan sensitivitas 5 kali lebih tinggi dibandingkan riwayat medis dan 10 kali lebih tinggi dibandingkan pemeriksaan fisik.
2. Persiapan Sebelum Berolahraga
-Pastikan cukup istirahat dan terhidrasi.
-Hindari alkohol, kafein, dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi jantung.
-Pemanasan dan pendinginan yang cukup sebelum dan sesudah olahraga.
3. Kesiapsiagaan Tim Kesehatan
-Latihan RJP rutin untuk pelatih dan atlet.
-Ketersediaan AED (Automated External Defibrillator) di lokasi olahraga.
-Penempatan AED di lokasi yang mudah dijangkau.
Menurut American Heart Association, RJP yang dilakukan dalam 3-5 menit pertama dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup hingga 74 persen.