KOMPAS.com – Pencarian pesawat Malaysia Airlines MH370 yang hilang 11 tahun lalu, akan segera dimulai kembali.
Dengan ekspedisi baru dari perusahaan robotika kelautan Ocean Infinity, mereka percaya bisa mengakhiri salah satu misteri penerbangan terbesar di dunia ini.
Pasalnya, MH370 menghilang dalam penerbangan dari Kuala Lumpur, Malaysia menuju Beijing, China pada 8 Maret 2014.
Saat itu, pesawat MH370 membawa 239 penumpang dan kru di dalamnya, termasuk enam warga Australia.
Proses pencarian sebelumnya lebih banyak dilakukan di Laut China Selatan dan Laut Andaman, dikutip dari 9News, Selasa (18/2/2025).
Meskipun demikian, hingga saat ini, keberadaan pesawat MH370 masih menjadi misteri.
Baca juga: Ilmuwan Klaim Temukan Pesawat MH370: Jatuh di Broken Ridge, Bukan Kecelakaan tapi Kesengajaan
Pencarian MH370 akan dimulai di Samudra Hindia
Beberapa hari setelah kecelakaan, analisis sinyal pesawat tidak dapat menemukan lokasi pesawat secara tepat, tetapi menentukan bahwa MH370 mungkin berada di dua jalur.
Dilansir dari News.com AU, Kamis (20/2/2025), satu jalur membentang dari Jawa ke arah selatan ke Samudra Hindia di barat daya Australia.
Sementara, satu jalur lainnya membentang ke arah utara melintasi Asia, dari Vietnam ke Turkmenistan.
Area pencarian kemudian diperluas ke Samudra Hindia di barat daya Australia di busur selatan dan Asia Tenggara, China bagian barat, anak benua India, dan Asia Tengah di busur utara.
Baca juga: Pencarian Pesawat MH370 Berlanjut, Kini Pakai AI dan Komputasi Kuantum
Beberapa minggu setelah hilangnya pesawat, sebuah kapal Australia mendeteksi sejumlah sinyal akustik yang diduga berasal dari “kotak hitam” Boeing 777 di sekitar 2.000 km di sebelah barat laut Perth, Australia Barat.
Akan tetapi, muncul kekhawatiran bahwa sinyal tersebut mungkin saja merupakan pembacaan yang salah.
Puing-puing MH370 pertama baru ditemukan pada Juli 2014 di Pulau Reunion, Perancis, sekitar empat bulan setelah MH370 menghilang.
Dalam 18 bulan berikutnya, lebih dari 20 serpihan puing ditemukan secara keseluruhan di garis pantai di Tanzania, Mozambik, Afrika Selatan, Madagaskar, dan Mauritius.
Tiga puing dipastikan berasal dari MH370, namun beberapa puing lainnya dianggap “kemungkinan” berasal dari pesawat tersebut.
Baca juga: Ini Alasan Malaysia Akan Kembali Lanjutkan Pencarian MH370
Pada Januari 2017, pemerintah Malaysia, Australia, dan China memutuskan untuk menghentikan pencarian MH370.
Akan tetapi, satu tahun kemudian, Malaysia menugaskan pencarian bawah air kedua kepada perusahaan robotika kelautan Ocean Infinity yang berpusat di Houston.
Namun, pencarian berakhir pada Mei di tahun yang sama.
Menurut laporan, Ocean Infinity meminta pembayaran sebesar 70 juta dollar AS atau sekitar Rp 1.144 triliun apabila misi pencarian MH370 kali ini berhasil.
Namun, jika pencarian gagal, mereka tidak akan menerima bayaran apa pun.
Baca juga: Setelah Bertahun-tahun Berhenti, Malaysia Akan Lanjutkan Pencarian Pesawat MH370
Pencarian MH370 diperkirakan dimulai akhir Februari 2025
Setelah mengumumkan misi pencarian baru pada akhir 2024, kapal Ocean Infinity saat ini sedang bergerak dari Mauritius menuju zona jatuhnya pesawat, yang berada 1.500 kilometer sebelah barat Perth di Samudra Hindia.
Pencarian ini akan menandai upaya ketiga untuk menemukan pesawat MH370.
Aviation Source News menyatakan, pencarian MH370 kemungkinan dimulai bulan ini, meskipun belum ada tanggal resmi yang diumumkan untuk misi tersebut.
“Para ahli perkapalan dan penggemar MH370 memantau dengan seksama pergerakan kapal, dan pelayaran khusus ini menghasilkan kegembiraan yang cukup besar,” publikasi tersebut melaporkan.
Baca juga: Ramai soal Hilangnya Pesawat MH370 Terlihat di Satelit Spionase AS, Ini Kata Pengamat
Mereka menambahkan, perkiraan tanggal kedatangan Armada 7806 di area yang ditentukan adalah sekitar 23 Februari 2025.
“Ini menunjukkan bahwa kapal tersebut sedang dalam perjalanan menuju zona pencarian prospektif di Samudra Hindia Selatan,” tambahnya.
Area pencarian baru ini memiliki luas sekitar 15.000 kilometer persegi, dengan lokasi pencarian yang ditentukan oleh tiga kelompok peneliti.
Pemburu puing-puing dari Amerika, Blaine Gibson meyakini, pencarian baru ini memiliki potensi yang kuat.
“Kami memiliki bukti dan analisis kredibel lama dan baru yang menunjukkan lokasi tempat jatuhnya pesawat, teknologi pencarian yang lebih baik, dan hasil pencarian sebelumnya,” katanya.
“Kami memiliki gagasan yang jauh lebih baik tentang di mana pesawat itu berada, dan di mana tidak,” tambahnya.