3 Umbul di Boyolali Jawa Tengah yang Punya Mitos Terkenal : Dipercaya jadi Tempat Ritual Kungkum

- Penulis

Minggu, 2 Februari 2025 - 08:37 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

TRIBUNSOLO.COM, BOYOLALI – Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, memiliki potensi wisata alam yang tak kalah menarik dari Karanganyar atau Klaten.

Salah satu destinasi wisata di Boyolali yang menarik untuk dikunjungi adalah umbul.

Ya, tercatat Boyolali memiliki beberapa umbul dengan suasana alam yang mempesona.

Baca juga: 3 Rekomendasi Wisata Umbul di Klaten, Cocok untuk Menghabiskan Waktu Libur Akhir Pekan Besok

Mana saja rekomendasi umbul di Boyolali? Simak ulasan TribunSolo.com berikut ini:

1. Umbul Peceren di Pengging

Ada banyak sekali Umbul (sumber mata air) yang ada di kawasan Pengging, Boyolali.

Semuanya punya keistimewaannya sendiri-sendiri.

Daya magis dari setiap umbul itu sudah banyak yang membuktikan.

Pejabat yang sukses karirnya, dan pengusaha kaya raya yang pernah kungkum (berendam) di umbul Pengging bakal percaya. Salah satunya umbul Peceren.

Meski punya arti yang jorok, yakni air pembuangan, tapi khasiatnya jangan ditanya.

Banyak pejabat yang akhirnya kariernya melejit setelah sekian kali ritual kungkum di sana.

Umbul Peceren ini lokasinya persis di sisi timur Komplek Umbul Tirtomarto.

Aliran air Umbul Peceren berasal dari Umbul Ngabeyan yang berada di Komplek Umbul Tirtomarto.

Air di umbul inipun merupakan air buangan dari umbul Ngabeyan, Temanten dan Dudho.

Baca juga: 3 Rekomendasi Wisata Air Seru di Boyolali, Bisa Ajak Anak Berenang hingga Wahana Tangkap Ikan

Kusworo Rahadyan komunitas pegiat sejarah Boyolali Heritage Society (BHS) menyebut, Umbul Peceren digunakan warga untuk mandi maupun ritual kungkum masyarakat waktu itu.

Tujuannya, untuk ngalap berkah dari Sinuwun Paku Buwono X sebagai raja yang biasa mandi di Umbul Ngabeyan tersebut.

“Dinamakan Umbul Peceren dalam bahasa Jawa, karena aliran airnya sisa atau pembuangan dari Umbul Ngabeyan itu,” ujar Kusworo, kepada TribunSolo.com, Senin (23/1/2023).

Gombloh Sujarwanto, budayawan Pengging, Kecamatan Banyudono menambahkan Peceren adalah peninggalan masa PB IX.

Sampai saat ini, Umbul Peceren masih dimanfaatkan untuk ritual kungkum masyarakat hingga kini.

Bahkan, sejumlah pejabat baik di tingkat Pemkab Boyolali maupun pejabat pusat, juga pernah melakukan ritual kungkum di Umbul Peceren.

“Ini kan terkait kepercayaan, kalau melakukan ritual kungkum di sana maka keinginan atau cita- citanya bakal tercapai,” tambahnya.

2. Umbul Tlatar di Sambi

Terjadinya Umbul Tlatar tak lepas dari kisah Ki Ageng Wonokusumo, Wonoroto, Desa Catur, Kecamatan Sambi, Boyolali.

Dikisahkan saat itu, Ki Ageng Wonokusumo yang merupakan seorang wali yang menyebarkan agama Islam di wilayah Sambi bagian barat resah dengan kondisi lahan pertanian masyarakat.

Baca Juga :  Pramono Anung Diberi Gelar Kehormatan Adat Betawi oleh Fauzi Bowo

Saat kemarau datang, tak banyak aktivitas pertanian yang bisa dikerjakan masyarakat.

Ancaman kelaparan karena tak adanya sumber mata air yang bisa digunakan untuk mengolah lahan pertanian kerap terjadi.

Baca juga: Pengakuan Maia Estianty ke Oki Setiana Dewi, Dua Kali Nyaris Dipoligami, Benarkah Ahmad Dhani?

Selain itu, Ki Ageng Wonokusumo juga kesulitan mendapatkan air untuk bersuci sebelum melaksanakan salat di Masjid Tiban.

Melihat kondisi ini, Ki Ageng Wonokusumo tak bisa tinggal diam.

Wali itu kemudian berjalan menuju gunung Merbabu untuk meminta petunjuk ke Ki Ageng Pantaran supaya ada sumber air yang bisa digunakan untuk bersuci dan menyuburkan tanah pertanian warga Catur dan sekitarnya.

Oleh Ki Ageng Pantaran, Wonokusumo atau yang disebut Ki Ageng Wonotoro  diminta untuk melakukan tirakat selama 40 hari 40 malam di Sipendok, salah satu sumber mata air di gunung Merbabu.

“Setelah tirakat selama 40 hari itu, Ki Ageng Wonotoro diminta kembali ke Wonotoro,” kata Suripto, salah satu tokoh masyarakat di Desa Ngagrong, Kecamatan Gladagsari, Kamis (15/9/2022).

Namun, lanjutnya selama perjalanan kembali ke Wonotoro, Ki Ageng Pantaran mewant-wanti agar tak menoleh ke belakang.

Baca juga: 5 Rekomendasi Hotel di Solo, Bisa Jadi Alternatif Menginap saat Wisata Menikmati Imlek 2025

Apapun yang terjadi, Ki Ageng Wonokusumo jangan pernah sedikitpun menoleh ke belakang.

Pantang itu pun terus dijaga selama perjalanan kembali. Setiap ada ‘godaan’ Ki Ageng Wonokusumo bisa melaluinya.

Akan tetapi, sesampainya di wilayah Tlatar, godaan untuk menoleh kebelakang yang terima Ki Ageng Wonotoro semakin besar.

Saat itu, Ki Ageng Wonokusumo mendengar suara gemuruh yang sangat keras layaknya bongkahan batu-batu besar yang akan menggeruduknya.

Ki Ageng yang tak kuat menahannya akhirnya menoleh ke belakang.

Saat ditoleh, ternyata tidak ada apa-apa, Ki Ageng Wonokusumo pun terus berjalan menuju Wonotoro.

“Setelah sampai di Wonotoro, air yang diminta tak kunjung ada. Ki Ageng Wonokusumo pun kembali ke gunung Merbabu untuk menemui Ki Ageng Pantaran,” jelasnya.

Ki Ageng Pantaran yang sudah tau jika Ki Ageng Wonokusumo gagal menjaga amanatnya itu, menjelaskan jika air yang diminta muncul di Tlatar, lokasi menolehnya Ki Ageng Wonokusumo.

Untuk membuktikannya, Ki Ageng Pantaran kemudian menyelamkan seekor bebek putih dari sendang Sipendok.

Baca Juga :  Kakek di Barito Kuala Perkosa Cucu Tiri Berulang Kali hingga Hamil dan Miliki Anak

“Ki Ageng Pantaran kemudian mengatakan sebagai buktinya Bebek ini nanti akan keluar di Tlatar dan benar bebek itu kemudian keluarnya di Umbul Tlatar,” tambahnya.

Ki Ageng Wonokusumo pun kecewa karena  usahanya selama 40 hari gagal.

Untuk mengobati kekecewaan Ki Ageng Wonokusumo, Ki Ageng Pantaran berkata, jika air di Tlatar ini tetap akan sampai ke Wonokusumo dan sekitarnya.

“Kemudian muncul saluran air dari umbul Tlatar yang menuju masjid Wonotoro,” kata dia.

“Selain itu, di depan masjid Wonotoro itu juga ada kolamnya yang bisa digunakan untuk mensucikan diri. Kemudian airnya juga dimanfaatkan untuk lahan pertanian,” pungkasnya. 

3. Umbul Tirtomarto di Pengging

Salah satu peninggalan Raja Solo adalah Pemandian Tirtomarto, Pengging.

Di komplek pemandian ini ada beberapa Umbul atau kolam renang.

Antara lain Umbul Temanten, Umbul Dudo, dan Umbul Ngabean.

Kompleks pemandian ini dibangun oleh Susuhunan Paku Buwono X.

Pemerhati sejarah Kota Solo KRMAP. L Nuky Mahendranata Adiningrat menyebut sejak abad ke-9, tanah Pengging sudah menjadi pusat peradaban manusia.

Mulai dari masa Medang, Prabu Anglingdriya sudah menjadi Pengging sebagai pusat peradaban.

Pasalnya, di Pengging tanah merupakan tanah yang diberkahi.

Baca juga: 5 Rekomendasi Hotel di Solo, Bisa Jadi Alternatif Menginap saat Wisata Menikmati Imlek 2025

Sumber air melimpah, udaranya yang sejuk karena berada di lereng gunung namun jauh dari bahaya gunung itu sendiri.

Kemudian berakhir masa masa Hindu, Sri Makurung Handayaningrat yang merupakan suami putri Brawijaya V juga membangun peradaban di Pengging.

Menantu Brawijaya V, yang dikenal dengan Ki Ageng Pengging Sepuh ini kemudian menurunkan Ki Agen Kebo Kanigoro, Kebo Kenanga dan Kebo Amiluhur.

“Dari Kebo Kenanga lahirlah Mas Karebet yang kemudian menjadi penguasa Pulau Jawa setelah kemunduran Demak,” kata Kanjeng Nuky, Kamis (4/1/2024).

Kemudian Keraton Surakarta, PB X ingin menjadikan Pengging sebagai miniatur keraton.

Sinuhun PB X kemudian membangun Pesanggrahan di Pengging.

Pesanggrahan yang dibangun 14 Juli 1908 ini diberi nama Ngeksipurna.

“Untuk melengkapi Pesanggrahan itu, dibangun pula Masjid Cipto Mulyo dan tentu saja pemandian keluarga Raja yang dinamai Tirtamarta,” tambahnya.

Sebelum dibangun oleh Raja, umbul yang ada masih berupa sendang-sendang (sumber mata air) yang masih alam.

Di dalam kompleks pemandian Tirtomarto ini raja kerap menggunakan Umbul Ngabean untuk mandi.

Berita Terkait

Mengunjungi Perpustakaan Hok An Kiong Magelang, Senjakala yang Terdampak Peristiwa 1965
Apa Arti Kata NPC? Istilah Viral di Media Sosial Gambarkan Seseorang,Bentuk Sindiran?
Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 8 SMP Halaman 144: Puisi Berjudul Pada Sebuah Kedai Kopi
Kode Rahasia dan Jaringan di Balik Pesta Seks Gay di Jaksel…
Siapa Selby Anwar? Kris Dayanti Tangisi Kepergiannya,Meratap Sedih di Sebelah Peti Jenazahnya
Sejarah Hari Valentine, Ternyata dari Kematian Pendeta di Italia yang Menentang Kebijakan Kaisar Cladius II
Gadai Konvensional VS Gadai Syariah: Mana yang lebih menguntungkan?
Masuk Grojogan Sewu Kini Bisa Bayar Nontunai

Berita Terkait

Kamis, 6 Februari 2025 - 10:28 WIB

Mengunjungi Perpustakaan Hok An Kiong Magelang, Senjakala yang Terdampak Peristiwa 1965

Kamis, 6 Februari 2025 - 10:06 WIB

Apa Arti Kata NPC? Istilah Viral di Media Sosial Gambarkan Seseorang,Bentuk Sindiran?

Kamis, 6 Februari 2025 - 09:19 WIB

Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 8 SMP Halaman 144: Puisi Berjudul Pada Sebuah Kedai Kopi

Kamis, 6 Februari 2025 - 09:19 WIB

Kode Rahasia dan Jaringan di Balik Pesta Seks Gay di Jaksel…

Rabu, 5 Februari 2025 - 08:37 WIB

Siapa Selby Anwar? Kris Dayanti Tangisi Kepergiannya,Meratap Sedih di Sebelah Peti Jenazahnya

Berita Terbaru

food-and-drink

Hotel GranDhika Pemuda Semarang Tawarkan Promo Romantic Dinner

Kamis, 6 Feb 2025 - 12:17 WIB

public-safety-and-emergencies

Foto: Penampakan Sayap Pesawat Delta Air Lines yang Ditabrak Japan Airlines

Kamis, 6 Feb 2025 - 12:16 WIB