TRIBUNKALTIM.CO – Lima tahun sudah Vidi Aldiano berjuang melawan kanker ginjal, suami Sheila Dara memutuskan untuk setop kemoterapi karena memiliki banyak efek samping.
Penyanyi Vidi Aldiano mempertimbangkan untuk berhenti kemoterapi dalam pengobatan kanker ginjal yang diidapnya.
Rencana itu disampaikan oleh pria 34 tahun ini di akun Instagram @vidialdiano pada Kamis (13/2/2025).
Vidi mengatakan bahwa kemoterapi untuk pengobatannya kemungkinan akan dihentikan karena mengurangi risiko efek samping yang mungkin muncul.
Baca juga: Lirik Lagu Viral TikTok Nuansa Bening Vidi Aldiano ft Ahmad Dhani Hmm Tiada yang Hebat
Pada tahun ini, menandai Vidi sudah lima tahun lebih dirinya berjuang melawan kanker sejak didiagnosis pada Desember 2019.
“Di 2025 ini, ada kemungkinan gue juga udah harus stop kemo gua, karena it’s too been long, dan kalau pun gue lanjutkan akan ada side effect yang lebih parah di badan gua,” kata Vidi dalam video tersebut.
Lalu, apa efek samping dari kemoterapi? Pertanyaan ini mungkin yang kemudian akan muncul.
Apa itu kemoterapi?
Dikutip dari Canadian Cancer Society, kemoterapi adalah metode pengobatan kanker yang menggunakan obat untuk membunuh sel yang tumbuh cepat.
Sel-sel kanker tumbuh dan membelah jauh lebih cepat daripada kebanyakan sel-sel normal dalam tubuh.
Sel-sel kanker tidak memiliki kemampuan yang sama seperti sel-sel normal untuk memperbaiki diri, itulah sebabnya kemoterapi bisa efektif menghancurkannya.
Namun, beberapa sel normal tubuh juga tumbuh dan membelah dengan cepat, seperti sel-sel yang melapisi sistem pencernaan dan folikel rambut.
Oleh karena itu, kemoterapi bisa merusak sel-sel normal tersebut bersama dengan sel-sel kanker. Kerusakan pada sel-sel normal menyebabkan efek samping.
Apa efek samping kemoterapi?
Dikutip dari Cleveland Clinic, efek samping kemoterapi bisa meliputi:
Kelelahan
Kelelahan merupakan efek samping kemoterapi yang paling umum. Kemoterapi dapat menyebabkan jumlah darah rendah (anemia), yang menyebabkan rasa lelah.
Rambut rontok
Rambut biasanya mulai rontok dalam tiga minggu pertama setelah memulai kemoterapi.
Perubahan kulit
Iritasi kulit juga bisa terjadi sebagai efek samping kemoterapi. Kulit penderita kanker juga bisa lebih sensitif terhadap sinar matahari, sehingga meningkatkan risiko kebakar matahari.
Mual dan muntah
Mual dan muntah akibat kemoterapi memengaruhi hingga 80 persen orang yang menjalani kemoterapi.
Perubahan kebiasaan buang air besar
Kemoterapi dapat menyebabkan sembelit dan diare. Beberapa orang menjadi tidak toleran terhadap laktosa untuk sementara waktu selama kemoterapi.
Kehilangan selera makan
Efek samping kemoterapi bisa mengubah indra perasa, sehingga membuat penderita kanker tidak ingin makan. Semua makanan mungkin terasa pahit seperti logam.
Kesulitan makan
Penderita kanker bisa semakin kehilangan nafsu makan karena sariawan dan sakit tenggorokan sebagai efek samping kemoterapi.
Masalah kandung kemih dan ginjal
Beberapa obat kemoterapi dapat membuat penderita kanker sulit buang air kecil atau mengosongkan kandung kemih.
Penderita kanker mungkin juga merasakan nyeri atau sensasi terbakar saat kencing, ingin kencing terus-menerus, atau kencing menetes tanpa terkontrol (inkontinensia urine).
Sistem kekebalan tubuh yang melemah
Obat kemoterapi menurunkan jumlah sel darah putih yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Hal itu meningkatkan risiko penderita kanker untuk jatuh sakit.
Orang yang menjalani kemoterapi sangat berisiko mengalami neutropenia, kondisi yang melibatkan rendahnya jumlah sel yang membantu melawan infeksi.
Memar dan pendarahan
Kemoterapi dapat menurunkan jumlah trombosit dalam tubuh. Trombosit rendah (trombositopenia) dapat menyebabkan luka berdarah lebih banyak dari yang diperkirakan.
Efek samping kemoterapi ini bisa membuat penderita kanker lebih mudah memar atau melihat bintik-bintik merah kecil pendarahan di bawah kulit (petekie).
Neuropati perifer
Neuropati perifer akibat kemoterapi dapat membuat bagian tubuh (biasanya tangan dan kaki) penderita kanker terasa nyeri, mati rasa, atau geli (seperti tertusuk jarum). Mereka mungkin merasa kesulitan untuk mengoordinasikan otot-otot mereka.
Kesulitan berpikir dan mengingat
Efek samping kemoterapi bisa membuat otak berpikir tidak sejelas biasanya.
Beberapa orang yang menjalani kemoterapi mengalami masalah dengan ingatan, terutama ingatan jangka pendek.
Masalah seks dan kesuburan
Kemoterapi dapat menurunkan kadar estrogen dan testosteron. Hal ini dapat memengaruhi dorongan seks dan kemampuan penderita kanker untuk memiliki anak.
Hal ini dapat menyebabkan menopause dini.
Bahkan, beberapa obat kemoterapi yang diterima oleh pasien (wanita maupun pria) dapat membahayakan janin, jika penderita hamil atau menghamili seseorang selama perawatan ini.
Dari Kisah Vidi Aldiano, Kenali Hubungan Kanker dan Stres
Penyanyi Vidi Aldiano mengungkapkan stres selama berjuang melawan kanker ginjal yang diidapnya sejak Desember 2019.
Dalam video yang diunggah di akun Instagram @vidialdiano pada Kamis (13/2/2025), Vidi mengatakan banyak stresor yang dihadapinya, baik terkait penyakit kronisnya maupun aspek lain.
Dokter yang merawatnya mengakui bahwa kanker adalah penyakit kronis yang rentan memicu stres. Namun, Vidi dianjurkan untuk bisa mengelola stres untuk mencegah penyakitnya berkembang.
Saat ini, Vidi merasa kesulitan untuk terus berjuang melawan kanker sekaligus menghilangkan stres yang bisa datang kepadanya dari beragam sisi.
Dari kisah Vidi Aldiano, kita bisa belajar lebih lanjut tentang hubungan stres dan kanker.
Bagaimana hubungan stres dan kanker?
Mengutip MD Anderson Cancer Center , Lorenzo Cohen, Ph.D., profesor Onkologi Umum dan Ilmu Perilaku mengatakan bahwa stres memiliki dampak yang mendalam pada cara kerja sistem tubuh.
Sudah ada bukti bahwa stres mendorong pertumbuhan dan penyebaran beberapa bentuk penyakit, termasuk kanker.
Stres ada yang bersifat pendek ( akut ) dan berkelanjutan ( kronis ).
Anil K. Sood, MD, sebagai profesor Onkologi Ginekologi dan Kedokteran Reproduksi di MD Anderson mengatakan bahwa stres jangka panjang atau kronis lebih merusak.
Jenis stres ini muncul dari situasi yang berlangsung selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan tanpa titik akhir yang pasti.
Stres yang tidak kunjung berakhir ini dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat seseorang lebih rentan terhadap penyakit seperti kanker.
Stres kronis juga dapat membantu kanker tumbuh dan menyebar dalam sejumlah cara.
Hormon stres dapat menghambat proses yang disebut anoikis .
Anoikis adalah proses normal di mana tubuh membunuh sel-sel yang sakit dan mencegahnya menyebar.
Stres kronis juga bisa meningkatkan produksi faktor pertumbuhan tertentu yang meningkatkan suplai darah.
Hal ini dapat mempercepat perkembangan tumor kanker.
Dikutip dari Cancer Center , para peneliti saat ini menganggap peradangan sebagai ciri khas kanker, dengan hingga 20 persen kematian akibat kanker terkait dengan itu.
Selama beberapa dekade, penelitian juga telah membuktikan bahwa stres kronis menyebabkan perubahan kimia dalam tubuh, yang memicu masalah seperti tekanan darah tinggi, pelepasan hormon tertentu, dan peradangan.
Bisakah stres memperparah kanker?
Perlu diketahui bahwa penderita kanker tidak hanya harus berjuang melawan kanker dalam kehidupan sehari-hari, seperti yang diterangkan di Cancer Center .
Mereka juga harus berhadapan dengan diagnosis yang tidak diinginkan, tantangan pengobatan, dan ketakutan akan memburuknya kanker.
Mereka juga mungkin khawatir bahwa stres yang dirasakan dapat memperparah kanker menjadi semakin tumbuh atau menyebar.
Memang benar bahwa ketika pasien terus-menerus dalam kondisi stres dan sistem pertahanan tubuhnya tidak dapat bekerja, respons peradangan tubuh dapat menjadi kronis, yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan atau penyebaran kanker.
Ada pula penelitian yang menghubungkan stres dengan pertumbuhan tumor pada pasien yang sudah mengidap kanker.
Penelitian menunjukkan bahwa perubahan biologis akibat stres bisa memperparah kanker.
Stres membantu tumor menyebar ( bermetastasis ) ke bagian tubuh lain.
Selain itu, stres bisa memperburuk kanker dengan cara membuat pasien mengambil keputusan pengobatan yang tidak efektif.
Stres juga dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk berfokus pada kesehatan dan penyembuhan.
Diane Schaab, MS, LPC, Terapis Kesehatan Perilaku di City of Hope Cancer Center Atlanta mengatakan bahwa seorang pasien mungkin mengalami sejumlah besar stresor saat didiagnosis menderita kanker, seperti stresor finansial, pekerjaan, dan keluarga.
Berbagai stresor itu dapat membuat penanganan penyakit dan pengobatan menjadi lebih sulit daripada sebelumnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Dari Kisah Vidi Aldiano, Kenali Hubungan Kanker dan Stres”
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Vidi Aldiano Akan Berhenti Kemoterapi karena Efek Sampingnya, Apa Itu?”